Yogyakarta sangat dikenal sebagai kota pelajar. Terdapat banyaknya anak di Yogyakarta dari berbagai latar belakang daerah yang berbeda seperti perbedaan ras, suku, bahasa dan agama. Inilah bukti bahwa Yogyakarta menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka yang ingin menuntut ilmu di kota ini.Â
Kota Yogyakarta terkenal dengan kualitas pendidikannya yang baik, banyak jenis sekolah yang ditawarkan dari sekolah negeri maupun swasta bahkan banyak pesantren-pesantren untuk belajar agama secara mendalam.Â
Meskipun dengan berbagai sistem yang berbeda-beda, adanya hal tersebut kota ini sangat lah diapresiasi dengan berbagai sistem pendidikannya. Namun, bukan berarti kota ini aman dari permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Sebagai kota pelajar, Yogyakarta sendiri tidak dapat terhindar dari fenomena tawuran pelajar antar Sekolah Menengah Atas (SMA). Dengan maraknya tawuran yang terjadi di Yogyakarta, akhirnya pemerintah kota Yogyakarta mengantisipasi tawuran pelajar tersebut dengan mengganti seluruh bet nama masing-masing Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan bet yang lebih umum bertuliskan "Pelajar Kota Yogyakarta" berlaku bagi semua Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta.Â
Kebijakan yang dilakukan pemerintah ini supaya tidak ada tawuran yang terjadi antar Sekolah Menengah Atas (SMA) karena hal tersebut akan menimbulkan kemusuhan atau perselisihan yang terjadi di antara sekolah-sekolah di Yogyakarta sehingga dapat menimbulkan dendam.Â
Tetapi, antisipasi tersebut belum cukup efektif untuk mengurangi tingkat tawuran pelajar di kota pelajar ini. Tawuran yang sering terjadi juga pernah merenggut nyawa beberapa pelajar di Yogyakarta (Maria, 2019).
Salah satu dari permasalahan yang meresahkan masyarakat bahkan orang tua di Yogyakarta selain tawuran pelajar tersebut adalah fenomena klitih yang diikuti dengan sebuah kejahatan yang dilakukan oleh kalangan remaja dengan rata-rata usia pelajar. Klitih merupakan sebuah aktivitas keluar rumah di malam hari tanpa tujuan atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan keluyuran.Â
Klitih ini bertujuan untuk melukai korbannya sampai menghilangkan nyawa seseorang dengan benda tajam yang mereka miliki seperti pisau dan samurai.Â
Korbannya tersebut tidak bisa diketahui apakah pelaku memilih korban hanya wanita, lelaki, bahkan orang yang sudah tua, karena mereka memilih korban dengan cara random.Â
Hal tersebut menjadikan kota pelajar tersebut sedikit ternodai dengan fenomena klitih yang diikuti dengan sebuah kejahatan yang justru tidak mencerminkan sebagai kota pelajar.
Kasus fenomena klitih yang sangat meresahkan masyarakat sudah sangat banyak terjadi di Kota Yogyakarta. Seperti yang termuat di dalam berita Kompasiana.com pada tanggal 05 Mei 2022 mengenai Fenomena Klitih Yogyakarta yang menewaskan anak anggota DPRD.Â
Dikutip dari pemberitaan Kompasiana.com, Kamis (5/5/2022), Kejadian itu bermula saat anak DPRD bernama Daffa Adzin Albasith bersama temannya hendak membeli makan untuk sahur. Ketika menunggu makanan, ada 5 orang lewat menggunakan 2 kendaran bermotor. Saat lewat 5 orang dengan 2 kendaraan tersebut membleyer motornya. Merasa diejek oleh 5 orang tersebut, Daffa bersama temannya mengejar rombongan tersebut.Â
Saat dikejar 5 orang tersebut memutar balik dan menunggu Daffa dan temannya datang. Ternyata 5 orang tersbut membawa gir yang ditali, ketika Daffa dan temannya datang pelaku langsung menyabet dengan gir. Daffa mengalami luka parah dibagian kepala. Oleh temannya, Daffa dibawa ke RS Harjolukito. Setelah mendapatkan perawatan medis, korban dinyatakan meninggal dunia.
Setelah terjadi kejadian klitih tersebut, kepolisian langsung mengusut dan menangkap pelakunya. Dari penuturan kepolisian, pelaku klitih yang berjumlah 5 orang berusia 18-21 tahun dimana 2 orang masih berstatus sebagai pelajar SMK. Kelima pelaku klitih tersebut ditangkap oleh Ditreskrimum Polda DIY, Polresta Jogja, dan Polres Bantul. Polisi juga mengamankan beberapa senjata tajam berupa celurit dan pedang. Atas peristiwa penganiayaan tersebut, kelima tersangka diterapkan pasal 353 ayat (3) Juncto pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.
Aksi klitih yang menewaskan anak anggota DPRD tersebut mendapat sorotan dari banyak pihak dan menjadi sangat ramai diperbincangkan di media sosial. Keresahan masyarakat pun semakin muncul dan sempat dilampiaskan melalui media sosial Twitter dengan mengusung tagar #KlitihJogja, #YogyaTidakAman maupun #JogjaDaruratKlitih.
Berdasarkan gambar diagram grafik yang telah diolah dalam Netlytic, kasus Klitih ramai tagar (#) postingan mengenai "Klitih" dari waktu ke waktu. Pada tanggal 18 April 2022, banyak akun berita yang sudah terverifikasi yang memposting berita seperti JPNN.com dan masyarakat (warganet) yang menyuarakan pendapatnya mengenai fenomena Klitih sampai lebih dari 500 postingan dalam 1 harinya (Sumber Data: Netlytic).
Maraknya aksi Klitih di Yogyakarta pun pernah menjadi trending topik di media sosial khususnya Twitter pada akhir tahun 2021 dan pada tahun-tahun sebelumnya hingga kembali menjadi trending pada tahun 2022.
Berdasarkan data yang telah di olah oleh Brand24, kasus Klitih ini mendapati tanggapan atau respon negatif yang sangat tinggi dari warganet dengan presentase sebanyak 92,9% pada 26 Maret -- 23 April tahun 2022. Klitih terus menjadi perbincangan di media sosial lantaran seorang warganet mengisahkan kejadian klitih yang ia alami.Â
Banyak warganet di Twitter yang juga berbagi cerita klitih yang mereka temui atau dialami sendiri, hal tersebut membuat kebanyakan warganet merasa kurang puas dengan kinerja pemangku kebijakan dalam menyelesaikan persoalan klitih tersebut.
REFERENCES:
Maria, L. H. (2019). Analisis Pelaku Klitih Yang Disertai Dengan Kejahatan Berdasarkan Criminal Profiling Di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. SKRIPSI, 3-46.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H