Mohon tunggu...
PUTRIAH
PUTRIAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI

MAHASISWA/I EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Materi tentang Perencanaan Kompensasi

11 Juni 2023   13:48 Diperbarui: 11 Juni 2023   13:51 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentang kompensasi, Islam memiliki konsep yang lebih komprehensif sebab kompensasi dalam konsep Islam tidak terbatas hanya berupa imbalan material duniawi seperti gaji, upah, atau harta kekayaan. Melainkan juga berupa imbalan yang bersifat ukhrwiy berupa pahala, kebaikan, amal shalih, dan surga. Allah SWT berfirman :

Artinya : Atau kamu meminta upah kepada mereka?", Maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan dia adalah pemberi rezki yang paling baik (Q.S. Al-Mu`minn (23):72).

Dalam bentuk materi, kompensasi dapat berupa barang. Nabi Muhammad SAW, ketika melakukan perjalanan dagang untuk Khadijah, mendapatkan upah berupa dua ekor unta betina dewasa. Pernah pula Nabi Muhammad SAW menerima bagian keuntungan yang lebih besar dari yang telah mereka sepakati sebelumnya karena Nabi telah memberikan keuntungan yang jauh lebih besar kepada Khadijah dibanding pedagang yang lainnya. Jadi, Nabi menerima bonus dari niaga yang dijalankannya.

 

Gaji atau Upah 

  • Perbedaan gaji dan upah
  • Pada umumnya, gaji dan upah selalu dikaitkan dengan status karyawan (tetap atau tidak tetap) dan sistem pembayarannya (berkala atau spontan) sehingga, dalam command sense, gaji selalu dikaitkan dengan karyawan tetap yang mendapat imbalan secara berkala, misalnya bulanan. Adapun upah biasanya dikaitkan dengan karyawan tidak tetap yang memperoleh imbalan secara spontan setelah pekerjaan diselesaikan.
  • Ketika memberikan imbalan berupa uang, ada empat hal yang perlu diperhatikan, yakni:
  • Tingkat imbalan cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Ini yang dimaksud dengan prinsip adil dan layak dalam penentuan besaran gaji;
  • Adil diukur pada pasar kerja eksternal. Artinya manajemen perusahaan melakukannya secara terbuka dan jujur dengan memahami kondisi internal dan situasi eksternal kebutuhan karyawan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan papan;
  • Adil dari ukuran organisasi (keadilan internal). Artinya, manajemen perusahaan perlu melakukan perhitungan maksimasi besaran gaji yang sebanding dengan besaran nishab zakat, dan;
  • Pengaturan dengan karyawan menurut kebutuhan mereka. Manajemen perusahaan perlu melakukan revisi perhitungan besaran gaji, baik pada saat perusahaan mendapat laba maupun merugi, dan mengkomunikasikannya kepada karyawan (Jusmaliani, 2011:117).
  • Gaji atau Upah dalam Agama Islam
  • Dalam terminologi Islam, gaji atau upah dikenal dengan istilah "al-ajru"

Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

  • Kaidah Islam yang Berkaitan dengan Gaji (Upah)
  • Standar ijarah yang diterima pekerja adalah upah yang mencukupi si pegawai untuk hidup dengan kehidupan yang tenang dan nyaman. Lantas, bagaimanakah teknis membayarkan ijarah kepada karyawan dalam fikih Islam? Apakah boleh menunda atau melambatkan pemberian gaji? Bukan hal yang dipersilisihkan lagi di kalangan fuqaha, pembayaran ijarah adalah sesuatu yang harus disegerakan. Seorang majikan tidak boleh menunda atau melambat-lambatkan penunaian ijarah, padahal ia mampu membayarnya dengan segera. Hal ini berdalil dengan hadis dari Abdullah bin Umar RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda



  • Yang artinya : "Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering." (HR Ibnu Majah).
  • Hadis sahih ini berupa perintah yang wajib ditunaikan para majikan. Haram hukumnya menangguhkan gaji pekerja tanpa alasan yang syar'i. Pekerja yang dalam akad (kontrak kerja) digaji bulanan, maka di akhir bulan harus segera dibayarkan gajinya. Demikian juga pekerja harian, setelah selesai ia bekerja sehari itu, gajinya harus dibayarkan. Rasulullah SAW mengibarat-kan jarak waktu pemberian upah dan selesainya pekerjaan dengan keringat. Jangan sampai keringatnya mengering, artinya sesegera mungkin setelah ia menyelesaikan pekerjaannya. Tidak menunggu esok, apalagi lusa.
  • Beberapa prinsip penting dalam penggajian atau memberikan upah menurut Islam dapat dijelaskan sebagai berikut:
  • Gaji atau upah yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan pokok; Tujuan utama pemberian upah adalah agar para pegawai mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka sehingga mereka tidak terdorong untuk melakukan tindakan yang tidak dibenarkan sekedar untuk memenuhi nafkah diri dan keluarganya. Dalam sejarah Islam, Nabi memberikan gaji kepada `Itab ibn Usayd sebagai pemimpin di Makkah sebesar satu dirham setiap hari. Atas gaji tersebut, `Itab tidak lagi membutuhkan bantuan dari yang lain.
  • Manusiawi; Menurut Al-Mwardiy, dalam Effendi (2003:56), dasar penetapan upah pekerja adalah standar cukup, namun gagasan ini banyak menerima "catatan" dari para penulis lain sebab standar cukup dapat melahirkan standar minimum; standar yang dijadikan pijakan oleh kaum kapitalis untuk menentukan upah. Kaum kapitalis menetapkan standar upah yang wajar, yakni biaya hidup dengan batas minimum. Standar upah dengan menggunakan batas minimum ini telah menyisakan persoalan, yaitu tidak memperhatikan dan mengesampingkan jasa atau manfaat tenaga yang diberikan.
  • Sesuai dengan kesepakatan; Menurut `Abd al-Rahmn al-Malikiy (2001:146), untuk menentukan upah pekerja maka dapat dilakukan berdasarkan pada jasa atau manfaat yang dihasilkan oleh pekerja. Ia menganalogikannya dengan jual-beli, yang mana jual-beli itu berlangsung dengan kerelaan kedua belah pihak, maka kontrak kerja pun berlangsung dengan kerelaan ajr (pekerja) dan musta'jir (pemberi pekerjaan). Apabila keduanya telah sepakat, maka upah yang disepakati itu disebut al-ajr al-musamm, namun apabila upah tidak disebutkan dan tidak dilakukan kesepakatan pada saat akad, maka musta'jir harus menentukan upah yang sesuai dan layak. Upah jenis ini yang disebut al-ajr al-mitsliy atau upah yang setara.
  • Gaji atau upah diberikan secara adil dan proporsional; Dalam sejarah Islam, Rasulullah memberikan upah sesuai dengan jenis pekerjaan dan kompetensinya. Ini selaras dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Ahqf (46):19). Allah SWT berfirman:

Artinya : "Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan".

  • Gaji karyawan harus ditetapkan secara jelas dengan sepengetahuan kedua belah pihak pada saat akad berlangsung  
  • Gaji harus diberikan segera atau tanpa penangguhan, kecuali apabila disepakati bahwa gaji itu diberikan secara berkala, misalnya bulanan.
  • Gaji harus diberikan secara penuh, tanpa pengurangan atau melakukan tindakan zhalim terhadap gaji dari kerja yang telah disepakati.
  • Gaji harus diberikan secara layak. Ukuran kelayakan gaji yang harus dibayarkan majikan tentu saja ukurannya adalah sandang, pangan, dan papan, bahkan dalam sebuah Hadits, majikan berkewajiban untuk mencarikan istri apabila karyawannya belum menikah atau mencarikan orang yang dapat membantunya dalam melakukan pekerjaannya.[3]
  •  

 

E. Teori Upah

Secara sederhana upah dapat dikatakan sebagai gaji yang dibayarkan kepada pekerja karena mereka ikut andil dalam sebuah proses produksi. Dalam sistem Kapitalis ada tiga teori yang menerangkan tentang upah, teori tersebut adalah (Muh. Abdul Mun'im Affar, 1985: 429);

  • Subsistence theory of wages, Teori ini menjelaskan bahwa upah dibatasi dengan tingkat kebutuhan dasar yang diperlukan untuk memenuhi biaya hidup seorang pekerja dan keluarganya. Ini karena jika terdapat kelebihan dalam upah, maka akan mendorong pertambahan populasi penduduk yang mengakibatkan bertambahnya penawaran tenaga kerja dan akan berdampak terhadap penurunan upah. Teori ini sangat berkaitan dengan teori kependudukan yang dijelaskan oleh Robert Malthus.
  • Wage fund theory of wages, Teori ini muncul pada abad ke-19. Teori ini didasarkan bahwa upah dapat berubah sesuai dengan unsur yang mempengaruhinya, yaitu permintaan dan penawaran buruh. Sedangkan faktor permintaan buruh dipengaruhi oleh jumlah dana yang disediakan untuk membayar upah itu sendiri. Jadi, perubahan kadar upah dipengaruhi oleh dua faktor utama yang berkaitan dengan permintaan dan penawaran buruh. Teori ini berbeda dengan teori sebelumnya karena teori sebelumnya menekankan bahwa kadar upah dipengaruhi oleh jumlah penduduk.
  • Marginal productivity theory of wages, Teori ini didasarkan pada produktivitas marginal buruh. Maksudnya, jumlah upah buruh tergantung pada kemampuan buruh dalam memproduksi barang atau jasa. Semakin banyak hasil produksi buruh, maka semakin bertambah banyak upah yang diterima. Pengusaha akan menambah upah pekerja sampai batas pertambahan produktivitas marjinal buruh minimal sama dengan upah yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu teori ini sangat sesuai dengan sistem Kapitalis dalam memaksimumkan keuntungan karena dengan teori ini pekerja akan termotivasi untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak.
  • Bargaining theory of wage, Teori ini mengandalkan ada batas minimal dan maksimal upah. Dan upah yang berlaku merupakan hasil kesepakatan dan persetujuan antara kedua belah pihak
  • Teori daya beli, Teori ini mendasarkan permintaan pasar atas barang dengan upah. Agar barang terbeli maka upah harus tinggi, jika upah rendah maka daya beli tidak ada dan barang tidak laku. Dan jika hal itu dibiarkan maka akan terjadi pengangguran besar-besaran.
  • teori upah hukum alam, Teori ini menyatakan bahwa upah ditetapkan atas dasar biaya yang diperlukan untuk memelihara atau memulihkantenaga buruh yang telah dipakai untuk proses produksi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun