kebijakan luar negeri dan ekonomi pemerintah Tiongkok yang paling ambisius. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat pengaruh ekonomi Beijing melalui program yang luas dan menyeluruh dalam pembangunan infrastruktur di seluruh negara yang dilewati jalur tersebut.Â
Belt and Road Initiative (BRI) merupakan salah satuSelain itu, kebijakan ini dikeluarkan atas respon Tiongkok mengingat perang dagang antara Tiongkok dengan Amerika Serikat yang saling memperebutkan pengaruh politik dan ekonomi.
BRI memiliki dua rincian yaitu jalur sutra ekonomi darat dan jalur sutra maritim berbasis laut. BRI menghubungkan Asia, Afrika, Oseania, dan Eropa dengan berbagai infrastruktur yang dibangun. Tiongkok telah mengusahakan hal tersebut dengan mengedepankan sifat kooperatif yang mana akan menguntungkan bersama.
BRI dalam perdamaian dan kerjasama, keterbukaan dan inklusivitas, saling belajar dan saling menguntungkan.- Xi Jinping.
Kehadiran BRI Tiongkok di Laos:
Kehadiran BRI melalui proyek kereta api senilai $6 miliar di Laos menimbulkan harapan untuk perbaikan ekonomi di negara tertutup ini. Namun ada juga yang mempertanyakan kegunaan proyek yang telah menggusur ribuan petani itu ?
Laos sebagai negara Land Locked Country memiliki ambisi untuk mengubah geografinya dari negara yang terkurung daratan menjadi negara yang terhubung dengan daratan dengan menjalin berbagai kerjasama bersama negara lain salah satunya yaitu Tiongkok.Â
Sejak pergantian abad, kehadiran ekonomi Tiongkok di Laos telah berkembang, dan pada tahun 2013, muncul sebagai investor terbesar di Laos. Pada tahun 2017, Tiongkok telah menjadi pendonor dan investor utama serta mitra dagang terbesar untuk Laos.
Pentingnya memajukan kerja sama Belt and Road Initiative yang berkualitas tinggi, yaitu perkeretaapian Laos-Tiongkok dan koridor ekonomi Laos-Tiongkok, serta promosi komunitas Laos-Tiongkok untuk masa depan bersama.- Menteri Luar Negeri Laos Saleumxay Kommasith.
Selain itu Duta Besar Khampha Mathavang pada gilirannya mengatakan bahwa BRI telah membantu Laos terhubung dengan wilayah -- wilayah lainnya dengan proyek perkeretaapian sebagai "simbol" atau ikon BRI di Laos.
Cendekiawan Kuik Cheng-Chwee juga berpendapat bahwa Laos perlu ikut serta dalam rangka memanfaatkan operasi perkeretaapian untuk mendiversifikasi pertumbuhan dan memperluas sektor bisnis dan industri.
Dengan adanya proyek kereta api yang dibangun Laos dengan Tiongkok, harapannya proyek tersebut dapat memberikan manfaat transformatif dengan memperkuat ekosistem untuk pembangunan nasional, memperluas akses pasar ke wilayah tersebut dan juga kawasan Asia Tenggara, serta dapat mengubah Laos menjadi pusat logistik regional sehingga dapat meningkatkan perdagangan, investasi, pariwisata, dan pengembangan industri secara signifikan. Setelah selesai, diperkirakan Laos akan dapat meningkatkan ekspor ke Tiongkok sebesar 60 persen dan negara tersebut akan dapat menerima lebih dari 1 juta wisatawan Tiongkok per tahun.
Pemerintah Laos umumnya menganggap proyek kereta api ini sebagai "River Steel" yang akan mengubah takdir geo-ekonomi Laos dan memperkuat relevansi politik Partai Revolusioner Rakyat Laos.
Bahkan Bank Dunia sangat optimis tentang proyek tersebut, dengan menyatakan bahwa proyek tersebut dapat memberi Laos hubungan darat dengan rantai pasokan global dan regional yang menguntungkan.
Walaupun begitu, tetap saja Laos perlu berinvestasi lebih banyak dalam merampingkan penyeberangan perbatasan dan membangun lebih banyak jalan serta fasilitas yang menghubungkan ke jalur tersebut untuk membantu pedagang lokal terhubung dengan jalur suplai. Selain itu, Laos perlu mengidentifikasi dan menerapkan peluang bisnis baru, dan mengaktifkan perusahaan lokal untuk mengambil keuntungan dari proyek tersebut.
Bagaimana Risiko yang harus Dihadapi Laos?
Kereta api buatan Tiongkok ini bukan saja menghubungkan kota Kunming di Tiongkok dan ibu kota Laos, namun juga melakukan perjalanan melalui Thailand, Malaysia, dan terus ke Singapura.
Namun, terlepas dari sikap optimis dan harapan akan manfaat yang didapatkan. Laos adalah negara tertutup dengan infrastruktur yang buruk. Terhitung dua pertiga penduduk Laos tinggal di pedesaan dan bergantung pada sektor pertanian dengan gaji bulanan sekitar Rp 1,6 juta. Sedangkan, tarif kereta api tersebut berkisar seharga $13,30 dengan rute dari Vientiane menuju ke kota perbatasan Boten, Tiongkok.Â
Tentu saja hal ini menuai kontroversi dan telah banyak dikritik di media sosial karena terlalu mahal dan tidak sebanding dengan perekonomian masyarakat yang ada di Laos pada umumnya.Sehingga membuat banyak pengamat dan pakar ekonomi khawatir akan kelangsungan hidup proyek dalam jangka panjang tersebut dan juga masyarakat sekitar.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Laos berisiko jatuh ke dalam lingkaran utang yang ganas, terkait erat dengan pinjaman infrastruktur dari lembaga keuangan Tiongkok. Ada kekhawatiran bahwa proyek kereta api yang dijalankan tersebut dapat mengarah pada "perangkap utang" karena proyeknya bernilai sekitar satu - sepertiga dari PDB negara Laos, disisi lain Tiongkok mendanai sampai 70 persen dari total biaya.Â
Akibatnya, Laos telah mengeluarkan sekitar US$1,5 miliar utang luar negeri ke Tiongkok. Ini adalah jumlah yang cukup besar untuk sebuah negara kecil yang terkurung daratan dengan PDB nominal sekitar US$20 miliar dan cadangan devisa resmi sekitar US$1,1 miliar.
Sehingga Laos perlu berhati -- hati terhadap hal tersebut, jika Laos dapat memanfaatkan proyek tersebut dengan baik maka tentunya akan sangat membantu dalam memberikan keuntungan terhadap perekonomian negara Laos, namun akan berdampak sebalik nya jika proyek tersebut tidak dilakukan secara baik dan maksimal, yang tentunya berdampak pada kerugian negara Laos itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H