Wisatawan yang datang, biasanya didominasi oleh siswa lokal hingga wisatawan mancanegara, disana mereka diajarkan bagaimana caranya bertani, bela diri, memasak, hingga kegiatan menari.Â
Para wisatawan sebelum mereka tinggal disana dan belajar budaya sunda, tentunya ada kesepakatan biaya antara pengelola desa adat dan tamu mereka, biaya ini dialokasikan untuk kehidupan para tamu selama disana dan dialokasikan untuk kepentingan-kepentingan lainnya. Kedatangan para tamu selalu menjadi kegembiraan anak-anak kampung adat, karena mereka merasa memiliki teman baru untuk bermain dan bertukar fikiran.
Anak-anak yang terlahir di kampung adat sejak kecil sudah diajarkan caranya berbudaya dengan baik, anak laki-laki dibiasakan sejak kecil membantu ayah di ladang, dan anak perempuan dibiasakan membantu ibu memasak dan mengerjakan kerajinan tangan seperti menjahit baju dan membuat caping, untuk dijual kepada masyarakat luas, sesekali mereka berlatih nari untuk kesehatan sekaligus merawat dan mempraktekan budaya sendiri.
Manusia yang hidup di kampung adat cenderung memiliki rasa nasionalisme yang begitu besar, mereka tidak terpengaruh dengan adanya globalisasi yang menuntut manusia untuk hidup lebih modern, dan gengsi terhadap budaya lokal. Potret masyarakat adat, khususnya adat sunda mengajarkan kita bahwa identitas asli perlu dijaga, diperjuangkan, dan dipraktekan, melalui budayalah kita bisa maju dan tetap bermartabat dimata semua kaum manusia.Â
Seren Taun memberikan banyak jawaban atas semua pertanyaan mengenai budaya sunda yang selama ini kurang ter- expos oleh media, tidak seperti perayaan-perayaan yang sering dilakukan oleh orang Indonesia Timur sering ter- expos media dan sudah dikenal sejak lama oleh orang-orang barat.
Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H