Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Membincang Fobia Buruk Rupa dan Embacang Buruk Kulit

6 Agustus 2024   22:39 Diperbarui: 8 Agustus 2024   07:41 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang dengan kakofobia akan tersiksa di tengah orang, benda, atau tempat yang buruk atau jelek (Foto: iStockphoto/Tero Vesalainen)

/1/

Pada suatu ketika, Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt mengatakan, "Tidak ada yang perlu kita takuti selain ketakutan itu sendiri!"

Bagi orang yang nyalinya seperti bohlam yang terus menyala, tentu tidak banyak yang mereka takuti. Hantu? Tidak takut. Tempat angker? Tidak takut. Kehilangan? Tidak takut. Kesepian? Tidak takut.

Barangkali orang sebernyali itu punya juga rasa takut, tetapi mungkin sebatas takut kehabisan uang. Petuah Roosevelt cocok disampaikan kepada orang sebernyali itu, sebab mereka tidak takut pada apa pun. Kecuali, kepepet.

Namun, jangan bisikkan fatwa Roosevelt itu ke kuping orang yang menderita fobia terhadap orang atau sesuatu yang jelek. Percuma saja mengatakan "jangan takut" atau "tidak ada yang perlu kautakuti". Sia-sia juga mengatakan "sesuatu yang tampak buruk dari luar belum tentu buruk hingga ke dalam-dalamnya".

Dalam dunia psikologi, fobia terhadap sesuatu yang buruk atau jelek disebut kakofobia. Orang dengan kakofobia (cacophobia) dihantui rasa takut atau cemas berlebihan apabila mereka memikirkan, melihat, atau menghadapi orang atau sesuatu yang jelek.

Melihat jalanan jelek, mereka panas dingin. Melihat tumpukan piring kotor yang sudah berjamur dan berbau, mereka pusing dan sakit kepala. Melihat ruangan yang kotor dan berantakan, mereka kontan hiperhidrosis atau keringat berlebihan. Melihat orang jelek, mereka langsung mengalami mual-mual, gemetaran, dan palpitasi jantung.

Jika seseorang dengan kakofobia dipaksa ke tempat buruk dan berbau busuk, seperti tempat pembuangan akhir sampah, mereka sontak terkena sakit perut atau gangguan pencernaan. Dokter bilang, dispepsia. Lalu sesak napas. Kata dokter, dispnea.

Sekali lagi, kakofobia adalah ketakutan yang sangat besar terhadap orang atau sesuatu yang buruk atau jelek. Kondisi tersebut merupakan fobia spesifik dan termasuk salah satu jenis gangguan kecemasan.

Orang dengan kakofobia mungkin takut terlihat jelek. Atau, khawatir melihat sesuatu yang mereka anggap jelek. Mungkin juga takut terhadap segala bentuk keburukan atau jenis tertentu, seperti anggapan buruk pada orang, hewan, tempat, atau benda.

Orang dengan kakofobia bisa menjadi sangat stres atau cemas ketika memikirkan atau melihat sesuatu yang mereka anggap jelek. Kondisi itu dapat memengaruhi hubungan pribadi dan profesional mereka.

Maka, kasihanilah orang dengan kakofobia. Jika kamu berpikir seperti saya, merasa diri selaku orang jelek, jauhilah mereka. Kasihan, mereka bisa semaput gara-gara melihat kita yang jelek. Jangankan melihat, memikirkan orang jelek saja bisa membuat mereka langsung jatuh pingsan.

Orang dengan kakofobia kerap menyendiri untuk menghindari orang atau sesuatu yang jelek ((Gambar: Unsplash/Gadiel Lazcano)
Orang dengan kakofobia kerap menyendiri untuk menghindari orang atau sesuatu yang jelek ((Gambar: Unsplash/Gadiel Lazcano)

/2/

Ada peribahasa yang berbunyi "embacang buruk kulit". Peribahasa itu bermakna "orang yang tampangnya jelek atau tampaknya jahat, dan sebagainya, padahal sebenarnya baik hati, suka menolong, dan pintar". 

Kata embacang dalam peribahasa itu berarti 'buah sejenis mangga yang pada bagian kulit batangnya keluar getah yang membentuk damar berwarna jernih, bunganya berbentuk malai dan harum, daging buahnya berserat, rasanya masam agak manis dan biasa digunakan untuk campuran minuman'.

Meski kulit batang embacang terlihat buruk rupa, karena keluar getah damar, dan tidak enak dipandang, tetapi buahnya dicari-cari banyak orang. Bukan cuma buah, bunga embacang saja harum.

Banyak orang yang dari luar tampak bengis, kejam, jahat, atau tidak berperasaan, tetapi di dalam hatinya santun, empatik, simpatik, dan baik hati. Banyak orang yang dari luar terlihat bodoh atau tidak tahu apa-apa, padahal sebenarnya orang itu sangat pandai.

Begitulah makna embacang buruk rupa.

Jika penampilan kamu jauh dari ganteng atau cantik, tidak perlu takut tidak akan disukai atau dibenci gara-gara buruk rupa. Kualitas konten sebuah buku tidak dapat dinilai dari seberapa molek kovernya. Artinya, penampilan luar bukan gambaran pasti atas kualitas diri seseorang.

Bahwa kover yang menarik dapat memengaruhi hasrat membeli, itu benar. Bahwa gara-gara penampilan mentereng lantas orang terpikat, itu benar juga. Namun, itu bukan segalanya. Setelah ketahuan isinya, barulah pembaca bisa menilai kualitas sebuah buku atau kapabilitas pribadi seseorang.

Hati-hati memperlakukan "diri sendiri" gara-gara tampang yang buruk. Awalnya hanya takut tidak berterima, lama-lama memicu emosi negatif lain yang samar. Seperti rasa tidak puas pada diri sendiri, minder bertemu orang-orang, gelisah jika berada di depan orang lain, atau kecemasan yang menjalari semua urusan.

Itu membahayakan kesehatan mental kita.

Kemelekatan rasa takut dalam diri seseorang yang berpenampilan di bawah rata-rata pada akhirnya sering mengawali munculnya masalah baru dan, nahasnya, itu bisa menjadi masalah yang berat dan dalam jika tidak ditangani dengan baik.

Jadi, buang rasa takutmu. Sekalipun penampilanmu tidak menarik, selama otak dan keterampilan kamu memadai maka orang-orang akan melirik dan mencarimu. Lebih baik tampan atau cantik "dari dalam" daripada tampan atau cantik "di luar" saja. Kualitas isi lebih dicari daripada kualitas kover.

Jangan sesali jika dirimu buruk rupa (Gambar: shutterstock/luxorphoto)
Jangan sesali jika dirimu buruk rupa (Gambar: shutterstock/luxorphoto)

/3/

Kecuali, kita bertemu dengan orang yang mengidap kakofobia. Kita mesti menyelami ilmu "tahu diri" dan "sadar diri". Tahu diri bahwa kita buruk rupa, sadar diri bahwa tampang kita pas-pasan untuk bergaul dengan orang-orang perlente dan keren.

Jika bertemu dengan orang yang tidak menderita kakofobia, tetapi membenci orang bertampang jelek, santai saja. Tunjukkan saja sisi baik dari dalam diri kita. Biarkan mereka tahu bahwa tampang rupawan tidak menjamin seseorang otomatis menjadi budiman.

Sekarang, perhatikan sekitarmu. Adakah temanmu yang mengidap kakofobia? []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun