Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Bahaya Self-Injury dan Telur di Ujung Tanduk

27 Juli 2024   01:27 Diperbarui: 27 Juli 2024   17:19 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

/1/

Melukai diri sendiri. Bule Inggris menyebutnya self-injury. Ada pula yang menamainya self-harm (Gardner, 2002); nonsuicidal self harm (McManus, dkk., 2019); self mutilation (Favazza & Rosenthal, 1993); dan nonsuicidal self injury (Zetterqvist, 2015). Semua istilah itu pada akhirnya bermuara pada keinginan menyakiti atau melukai diri sendiri.

Hasrat untuk melukai atau menyakiti diri sendiri biasanya terbetik saat seseorang berada dalam situasi bagai telur di ujung tanduk. Artinya, berada dalam keadaan yang sangat sulit. Saking sulitnya sehingga tidak bisa diterima, dihadapi, atau diselesaikan.

Baiklah. Sebelum kita babar apa itu self-injury, bagaimana kejadiannya, dan kenapa bisa terjadi, mari kita kupas duluan peribahasa bagai telur di ujung tanduk.

Kita sama-sama mengetahui bahwa telur tergolong benda yang rentan pecah. Cangkang telur yang tipis dan rapuh bisa retak saat ditenteng dari warung ke rumah. Bisa juga akibat terantuk-antuk sewaktu naik ojek daring (odar) dari pasar ke rumah.

Jika sudah jatuh ke tanah dan pecah, telur tiada berguna lagi. Bahkan, telur yang retak saja sebaiknya tidak dikonsumsi, karena khawatir bakteri menyusup ke dalam telur. Itulah telur yang berada di ujung tanduk. Sekali jatuh, tiada guna.

Pada peribahasa ini, telur digambarkan sedang berada di ujung tanduk. Hal itu berarti telur sedang rawan-rawannya. Jika tanduk yang runcing itu bergerak sedikit saja, alamat telur jatuh dan pecah.

Kiasan peribahasa ini tertuju kepada orang yang sedang dalam belitan kesulitan. Bisa jadi karena baru saja ditimpa kecelakaan, bisa juga karena terlilit utang yang sulit dibayar, sehingga jika tidak dibayar maka tanah atau rumahnya akan disita, atau hal-hal lain yang membuat kepala pengar, bibir kering, tenggorokan panas, dan tulang laksana dilolosi.

Bisa jadi karena anak atau sanak dirawat di rumah sakit, menderita penyakit kronis, membutuhkan biaya yang sangat banyak, tidak punya jaringan pengaman sosial, dan bingung mesti ke mana mencari duit untuk biaya berobat anak dan sanak itu.

Bisa jadi pula ujung tanduk itu berupa surat peringatan dari kantor atau tempat bekerja, diancam akan diberhentikan tidak dengan hormat karena penggelapan, atau diberhentikan dengan hormat yang lebih halus daripada "dirumahkan", lalu tidak tahu ke mana mesti mencari lowongan, padahal keluarga harus makan dan tidak mampu pula menjadi seperti ayam: kais pagi makan pagi dan kais siang makan siang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun