Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perokok Indonesia Tertinggi di Dunia, Donor Bos Pabrik Rokok, dan Pengalaman Berhenti Merokok

26 Juli 2024   04:38 Diperbarui: 26 Juli 2024   10:14 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semangat mematikan rokok (Foto: morgueFile/DodgertonSkillhause)
Semangat mematikan rokok (Foto: morgueFile/DodgertonSkillhause)

/11/

Saya takjub, sangat takjub. Ada orang kaya di Indonesia. Namanya Budi Hartono. Ia pemilik perusahaan rokok gede di Indonesia. Kekayaannya mencapai 175 triliun. Meskipun pemilik pabrik rokok besar, Pakde Hartono seumur hidup belum pernah merokok. Tepatnya, tidak pernah merokok.

Jangan-jangan Pakde Hartono tidak merokok karena ia takut jatuh miskin. Oh, jauhkan prasangka receh itu. Ia tidak mau merokok karena khawatir tidak bisa menikmati kekayaannya akibat bolak-balik konsultasi ke ahli paru.

/12/

Saya bangga, sangat bangga. Tepat beberapa menit setelah si bontot lahir, saya berhenti merokok. Benar-benar berhenti, sampai-sampai mencium asap rokok saja bisa membuat saya keleyengan. Apa motivasi yang membuat saya bisa berhenti merokok? Saya tidak mau si bontot menjadi perokok pasif.

Almarhum bapak saya kerap menuturkan kepada saya, saban membahas rokok dengan tetelan faedah dan kerugiannya, tentang keuntungan anak yang ayahnya tidak merokok.

Keuntungan memiliki ayah yang tidak merokok adalah (1) paru-paru lebih sehat karena asupan udara di rumah tidak dikotori asap rokok; (2) uang untuk membeli rokok beralih untuk membiayai pendidikan dan kebutuhan lain; (3) kemungkinan anak menjadi perokok mengecil karena ayahnya tidak merokok; dan (4) tidak butuh biaya berobat akibat merokok.

/13/

Saya berharap, benar-benar berharap, tetap berada di luar kitaran 70% warga Indonesia yang menyumbang 208.070.527.600 puntung, yang menyokong bibit penyakit bagi para perokok pasif, dan menjerumuskan anak-anak mereka dan anak-anak orang ke dalam ancaman penyakit.

Sementara itu, biarlah 70% warga Indonesia yang termasuk dalam kriteria perokok tertinggi di dunia tetap bersemangat menjadi pendonor cukai bagi negara, penyumbang dana bagi BPJS Kesehatan, penopang hidup jutaan petani tembakau, pendukung nasib dan keberlanjutan hidup buruh pabrik rokok, sekaligus pemasuk uang bagi bos-bos pabrik rokok yang sudah kaya raya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun