Selanjutnya, kandungan gizi seperti apa yang ditargetkan untuk maksitis itu? Apakah sudah ditentukan jumlah protein, vitamin, kalsium, dan zat besinya? Apakah sudah dibahas kandungan lemak maksimal dan kebutuhan kalori siswa?
Apakah ahli gizi akan dilibatkan dalam pemantauan keamanan, kenyamanan, dan kandungan gizi maksitis? Apakah para pemasak mendapat pelatihan dulu sebelum menjalankan program?
Terakhir, apakah uang sebesar Rp7.500 sudah dapat mencukupi kebutuhan gizi yang ditargetkan? Oh, kecuali tidak ada target kandungan gizi apa-apa. Yang penting makan siang gratis. Mi instan sebungkus, telur sebutir, nasi dua kepal. Sedih!
Pertanyaan remeh di atas patut dilontarkan, bukan hanya oleh umat 58% yang memilih Prabowo-Gibran, sebab biaya pelaksanaan program bisa saja dirogoh dari pajak seluruh rakyat Indonesia, termasuk yang tidak tergolong dalam umat 58% itu.
/3/
Sekali lagi, rakyat tidak usah sibuk memikirkan kandungan gizi seperti apa yang terkandung dalam makanan seporsi dengan harga Rp7.500. Jika ada yang berkata "kritik melulu, kasih solusi", tidak perlu diladeni. Kita menggaji pemerintah agar mereka berpikir dan bekerja, bukan untuk menjawab "coba kasih solusi" atau "kembalikan kepada rakyat".
Lebih baik sekarang kita intip berapa biaya makan siang para pejabat negara, seperti menteri dan eselon satu. Bukan untuk dibanding-bandingkan dengan anggaran per porsi program makan siang gratis (yang belum tentu terjamin gizinya itu), bukan. Sekadar memenuhi rasa ingin tahu saja.
Urusan perut para menteri dan pejabat negara sudah diatur dengan baik dan saksama dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 Tahun 2023, mencakup estimasi yang akan diterima oleh aparat saat bertugas, termasuk saat menghadiri rapat.
Para aparat negara berhak atas jatah "uang lapar" dengan harga patokan tertinggi sebesar Rp159.000 per orang. Itu untuk sekali rapat. Uang konsumsi itu terbagi dua. Makanan berat maksimal Rp110.000, makanan ringan paling mahal Rp49.000.
Jika harga makanan beratnya mencapai Rp110.000, oh, jelas kandungan gizinya tidak perlu diragukan lagi. Apalagi ditambah kudapan seharga Rp49.000. Mantap sekali. Tempat makannya juga otomatis apik dan nyaman. Tidak mungkin di warteg dekat rumah penduduk Nusantara yang "jiwa miskinnya" gampang meneteskan air mata duka.
Meski begitu, rakyat tidak boleh marah. Para pejabat kita memang harus dilayani dengan baik. Termasuk, servis urusan perut. Bukan apa-apa, mereka bekerja mati-matian untuk menyejahterakan rakyat. Habis makan, mereka harus memikirkan nasib ratusan juta rakyat Indonesia yang "makan mi instan" saja sudah bersyukur.