Begitu membuka halaman pertama buku Menyingkap Selubung Intelijen, saya sontak tersentak. Saya membayangkan penulis, Ridlwan Habib, mengajak saya ke dalam kelas di sebuah sekolah dasar. Di sana saya diminta mengajukan pertanyaan tentang cita-cita para siswa.
Jadi dokter. Jadi polisi. Jadi tentara. Jadi astronot. Bahkan, ada yang menjawab mau menjadi presiden. Namun, tidak seorang pun siswa yang bercita-cita ingin menjadi seorang intel.
Mengapa bisa begitu?Â
Karena profesi intelijen memang bukan profesi yang mudah diketahui. Berbeda dengan guru, dokter, tentara, pengacara, atau polisi. Kalaupun ada informasi soal profesi intelijen, bayangan kita rata-rata tukang bakso dengan radio panggil terselip di saku jaketnya.
Imajinasi saya kembali bergerak liar. Kali ini, saya membayangkan intel yang super canggih seperti dalam film-film aksi. Sontak membayangkan James Bond, Nathan Hale, Ethan Hunt, atau Jason Bourne. Begitulah sosok intelijen yang tersemat di benak saya.
Apakah benar intel seperti yang tergambar dalam film-film?
Ternyata tidak seluruhnya benar, meskipun tidak semuanya keliru. Ridlwan dengan pelan menuntun saya memasuki "ruang rahasia" intelijen. Bukan sekadar apa yang mesti dilakukan oleh seorang intel, melainkan sekaligus bagaimana seorang intel bekerja. Malahan hingga apa yang akan terjadi andaikata seorang intel yang tengah bertugas kontraintelijen tertangkap oleh lawan.
Tepatlah mengapa buku ini dijuduli "menyingkap selubung intelijen".
Dengan bahasa yang ringan dan renyah baca, tata kata yang sederhana dan mudah dicerna, serta runtun kalimat yang apik dan berirama kala dibaca, Rildwan seperti seorang pembicara publik andal yang tengah bercerita tentang seluk-beluk intel.
Meskipun ada banyak paparan teoretis, tetapi penyajian kontennya benar-benar asyik dibaca. Hal-hal berat seperti apa yang menjadi tanggung jawab analis intel, bagaimana siklus intelijen, dan kepada siapa intelijen bertanggung jawab dibabar dengan terang benderang.