Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesturi Mati dan Lawatan Filsuf Agamawan ke Israel

17 Juli 2024   07:46 Diperbarui: 17 Juli 2024   07:57 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

/1/

Lima tokoh muda Nahdliyin melancong ke Israel. Mereka dengan bangga bertutur tentang perjalanan mereka kepada negara pelaku genosida. Mereka dengan senang hati dan senyam-senyum saat berfoto bareng Presiden Israel Isaac Herzog.

Warganet meradang. 

Ketika Israel tengah memberondong penduduk Palestina dengan bom, ketika Israel menjadi malaikat maut pencabut nyawa ribuan anak, ketika Israel menjadi jagal atas ribuan bayi di Gaza, lima elite muda Nahdliyin itu malah "pamer gigi" bersama Presiden Isaac Herzog. Jelas saja netizen meradang.

Salah seorang di antara lima tokoh muda itu mengaku sebagai filsuf agamawan. Dua gelar yang sama sekali tidak enteng. Bukan gelar kaleng-kaleng.

Apa itu filsuf? Filsuf adalah 'ahli filsafat, ahli pikir, atau orang yang sudah mendalami filsafat'. Kata filsuf diserap dari bahasa Arab, yakni dari kata fallasuf yang bermakna 'orang yang mencintai kebijaksanaan' atau 'pecinta kebijaksanaan'.

Bagaimana dengan makna agamawan? Kata agama kita serap dari bahasa Sanskerta, yakni dari kata agama, yang berarti 'ajaran atau sistem yang mengatur tentang tata keimanan, kepercayaan, peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dan tata kaidah yang berhubungan dengan manusia dan manusia serta manusia dan lingkungan sekitarnya'.

Kata agama itu kemudian dibubuhi sufiks -wan, diserap dari bahasa Sanskerta juga dari sufiks -vat, yang bermakna 'orang yang ahli dalam bidang agama' atau 'orang yang bergerak dalam bidang agama'.

Jelas sekali, makna filsuf agamawan sangatlah tidak enteng. Apalagi jika ditambah dengan embel-embel 'tokoh muda Nahdliyin'. Sungguh, kata nahdliyn kita serap dari bahasa Arab yang bermakna 'orang-orang yang bangkit'.

Tidak heran jika banyak warganet yang menyayangkan lawatan lima tokoh muda NU itu ke Israel, apalagi sampai bertemu, bercakap-cakap, dan berfoto dengan Presiden Israel.

Sungguh "di luar nurul".

/2/

Ada satu pepatah yang patut diagihkan dalam situasi seperti ini. Mati kesturi karena harumnya. Begitu bunyi pepatahnya. Apa artinya? Orang yang mati atau binasa karena keunggulan yang dimilikinya.

Kata kesturi yang dimaksud dalam peribahasa ini adalah 'musang kesturi'. Dalam bahasa Latin dikenal dengan Viverra zibetha. Musang kesturi adalah binatang yang dapat mengeluarkan bau harum. Musang kesturi kerap pula disebut jebat.

Tidak semua musang berbau harum, meskipun rata-rata musang memiliki aroma yang mirip bau tanah yang segar. Namun, banyak orang yang tidak cocok dengan aroma bau tanah dari tubuh musang. Padahal, selain rusa, aroma musang sudah berabad-abad silam dijadikan bahan parfum.

Aroma musang yang paling kentara harumnya adalah musang kesturi.

Tiap binatang punya musuh. Musang kesturi pun begitu. Ke mana saja musang kesturi pergi, bahaya selalu ada mengintai. Nahasnya, bau harum yang terpancar dari anal musang kesturi menjadi petunjuk jejak bagi para predator. Ke mana pun musang kesturi pergi, bangsa pemangsa selalu bisa mengikuti. Akibatnya, musang kesturi mati karena dimangsa predator.

Itu semua gara-gara bau tubuhnya yang harum. Bau harum pada musang kesturi itu diumpamakan kecantikan, ketampanan, kepandaian, atau keunggulan lain yang dimiliki seseorang.

Tidak dapat dimungkiri, keunggulan bisa membuat seseorang senang atau bangga hati. Namun, ingat, keunggulan dapat pula menjadi sumber petaka. Apatah lagi jika keunggulan membuat si orang unggul itu berwatak sengak, songong, dan koplak.

Kecerdasan, salah satu keunggulan manusia, akan menyenangkan dan menenangkan jika kita gunakan untuk menebar kebaikan. Ada yang butuh bantuan pikiran, kita bantu. Ada yang butuh uluran pandangan, kita ulurkan pandangan.

Lain perkara jika kecerdasan itu kita gunakan untuk nampang dan gengsi-gengsian. 

Merasa orang cerdas, jadilah berhati somplak. Nyawa orang lain dianggap bak mainan belaka. Orang lain disangka boneka saja. Ada bangsa yang sengak dan menghancurkan bangsa lain,malah didukung dan dipuja. Hilang hati, hilang nurani.

/3/

Akibat lawatan lima tokoh muda Nahdliyin ke Tel Aviv sungguh luar biasa. Tidak sedikit pihak yang cuci tangan, terutama menyangkal kenadliyinan lima tokoh itu atau menyanggah keterlibatan NU pada keberangkatan elite NU itu ke Israel.

Masih dalam tubuh NU, tidak sedikit pula pihak yang menyayangkan kunjungan itu. Malahan ada yang sampai misuh-misuh karena, pada akhirnya, NU pasti ketiban buruk nama pula. Lima tokoh muda itu yang berhahahihi dengan Presiden Israel, puluhan juta nahdliyin yang terkena getahnya.  

Sayang sekali, ada pula Nahdliyin yang berusada mengelak dan mencuci tangan. Mereka menganggap serangan kritik terhadap NU akibat lawatan lima tokoh muda itu dilontarkan oleh musuh NU.

Nah, frasa musuh NU inilah yang membuat sebagian netizen kebakaran kumis. Ada yang sampai berkomentar "jika takut 'dikritik' orang lain karena apa yang kita lakukan, berarti sesungguhnya kita sedang menyiksa diri sendiri". Ibarat "mau berbuat, tetapi enggan bertanggung jawab".

Padahal, tidak usah memasang benteng sedemikian rupa hanya untuk menangkal caci. Lebih baik bermenung dan bertafakur. Cari tahu mengapa banyak orang yang mendadak mengkritik NU. Pelajari pangkal soalnya. Cari akar masalahnya.

Jika runtun caci itu keliru, tidak perlu marah karena caci maki itu keliru adanya. Jika rentet maki itu benar, tidak perlu marah karena caci maki itu benar adanya. Balik menyerang akan membuat orang lain makin antipati alih-alih berempati.

Sekarang mari kita renung-renungkan. Selama ini kita sering berteriak "NKRI Harga Mati". Lalu, mendadak ada kerabat kita yang sowan kepada penjajah, kepada negara yang tengah melakukan genosida, kepada presiden sebuah negara yang sekarang sedang menjadi penjahat perang. Itu bertentangan dengan konstitusi NKRI yang menentang segala jenis penjajahan.

Begini saja. Jika sanak kerabat kita disiksa, dibantai, dibunuh, dan diusir dari rumah dan tanah kelahirannya, apakah kita akan tetap berteman dengan orang yang berbuat keji kepada sanak kerabat kita itu?

Atau, begini. Jika keluarga kita diperkosa, dirampas, dan dirusak hak dan martabatnya selaku manusia, apakah kita akan tetap bertamu ke rumah orang yang berbuat keji kepada keluarga kita itu dan senyam-senyum dengannya?

Ini bukan perkara remeh yang bisa kita abaikan sekehendak hati, andaikata kita masih punya hati nurani. Lain perkara jika hati kita sudah mati, jika rasa kemanusiaan kita sudah punah, jika keindonesiaan kita sudah pupus.

Cobalah menjadi musang kesturi yang mati keharumannya. Jangan sampai kita mati sebagai tikus got yang sengsara hingga modar karena bau busuknya. Atau, jangan sampai kita menjadi musang berbulu ayam: berkoar-koar paling Indonesia, padahal sedang menentang kebijakan politik luar negeri Indonesia.

Lagi pula, tidak semua orang yang mengkritik NU adalah musuh NU. Ada di antara pengkritik yang mengkritik karena mencintai NU, karena ingin melihat NU tetap sebagai organisasi muslim besar dan terbesar.

Musuh NU yang sesungguhnya adalah pelaku kejahatan perang. Yang membunuh bayi-bayi tak berdosa. Yang mencabut nyawa anak-anak tak bersalah. Bukan orang yang mengkritik lawatan lima (sok) filsuf agamawan ke Israel. Ah, nasib.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun