Apa yang membuat kamu bersedih? Jika karena pekerjaanmu berantakan dan tak ada harapan lagi untuk bertahan, orang lain pun merasakan hal serupa. Apa yang membuat kamu bersedih? Kalau akibat hubungan asmara yang kandas di tengah jalan, bukan cuma kamu yang pernah mengalaminya. Miliaran orang pernah sakit hati gara-gara cintanya.
Kamu ditakdirkan terjatuh, biar kamu tahu bagaimana cara pulih dan bangkit. Katakan hal itu kepada dirimu. Ini bukan perkara berpikir positif, bukan. Ini soal bagaimana kamu bertahan dan melanjutkan hidup.
Mencintai Raasa Sedih
SEMUA ORANG pasti pernah bersedih. Semua orang pasti pernah meneteskan air mata karena duka yang menimpanya. Bisa menangis terang-terang di depan orang, bisa diam-diam membasahi bantal ketika malam sebelum tidur.
Jadi, tidak perlu merasa aneh atau asing hanya karena bersedih. Manusiawi. Tidak apa-apa. Justru janggal kalau ada orang yang tidak pernah bersedih sekali pun. Hatinya terbuat dari apa? Batu? Maka, bersedihlah kalau memang sedang merasa sedih. Menangislah kalau merasa perlu menghangatkan pipi dengan air mata.
Menahan-nahan kesedihan, menahan-nahan air mata, malah menyulitkan. Duka bagai masalah yang dibiarkan terpendam dan tidak diselesaikan. Melihat orang yang mirip dengan ayah yang sudah tiada, berduka lagi. Melihat seseorang yang mirip dengan mantan, berduka lagi.
Maka, selesaikan dukamu. Bukan menimbun, apalagi menghindarinya.
Andaikan kamu seorang pemilik kios di pasar yang ramai, lalu kiosmu terbakar habis, stok daganganmu berubah menjadi abu, kamu akan memilih berusaha tabah dan bangkit lagi atau merasa terpuruk dan terhanyut dalam nestapa.
Jika kamu mengambil pilihan pertama, kamu akan menjadi orang yang kuat dan tangguh. Kalau kamu memilih pilihan kedua, hidupmu akan selesai. Tidak ada lagi yang dapat kaubanggakan sebagai manusia. Kecuali, kamu mendadak sadar. Tiba-tiba bersikap seperti terbangun dari tidur yang penuh dengan mimpi buruk.
Jika kamu seorang ibu yang sangat mencintai anak-anakmu, lalu anakmu yang baru dua tahun tiba-tiba meninggal, kamu bisa memilih tegar meskipun hatimu bak tersayat-sayat sembilu atau, ini pilihan kedua, kamu mengambil boneka dan sepanjang hari kamu memperlakukan boneka itu selayaknya anakmu yang sudah tiada. Silakan pilih.
Kamu berhak menentukan hidupmu. Kamu berhak mengendalikan hidupmu.