ABDUL Rachmat Noer jelas sudah berhitung. Partai Demokrat yang ia pilih sebagai kendaraan politik pun tentu saja sudah disertai dengan pertimbangan matang. Aktivis Muhammadiyah yang dikenal luas oleh kalangan muda Muhammadiyah itu tentu tidak hanya berharap pada warga Turatea. Ia tentu saja berharap pula pada pemilih di Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, dan Selayar.
Lantas, apa kado spesial yang disiapkan oleh Rachmat untuk pemilih dari Jeneponto? Mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah Sulawesi Selatan itu punya tiga rancangan "kado spesial" bagi warga Jeneponto. Tiga kado spesial itu ialah misi yang hendak diwujudkan olehnya.
Pertama, menjadikan Jeneponto sebagai daerah yang rakyatnya hidup layak, sejahtera, dan tidak masuk dalam kategori miskin. Kedua, memperjuangkan gaji tenaga pendidikan dan kesehatan yang layak atau minimal setara dengan UMR, khususnya bagi pegawai honorer. Ketiga, mendorong terciptanya lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran melalui pengembangan UMKM sebagai sektor usaha.
Tidak banyak. Hanya tiga. Namun, tiga kado itu akan sangat berasa apabila dapat diwujudkan. Persoalannya, butuh assamaturuk (bekerja sama) bagi seluruh pemilih di kawasan Turatea atau orang Turatea yang berada di Makassar, Gowa, Takalar, Bantaeng, dan Selayar.
"Saya akan tetap maju sebagai caleg DPR RI sekalipun menggunakan sistem proporsional tertutup," ujar Sekjen KKT itu kepada penulis melalui aplikasi perpesanan. "Ini menunjukkan kesungguhan dan komitmen saya turut membangun demokrasi, serta keseriusan saya berkhidmat di panggung politik untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat Indonesia."
Setelah Rachmat appatabek (memohon restu) kepada kerabat di Kerukunan Keluarga Turatea, celah harapan keterpilihan mulai terlihat. Tinggal kerja-kerja politis yang butuh digiatkan, terutama menggugah kesadaran pemilih soal tanrek sidoekang (tanpa politik uang).
Tidak bisa dimungkiri, sebagaimana pemilih di daerah-daerah lain, orang-orang Jeneponto kerap "buta" karena kegembiraan sesaat: amplop dengan isi tak seberapa. Setelah itu, seperti kata leluhur: sassaklalanga tena battu ri dallekang (rasa sesal tidak pernah datang dari muka). [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H