Begini. Kemarin saya menerima pesan dari seorang teman Kompasianer. Siska Artati namanya. Doi mempertanyakan kebiasaan orang menggunakan "pre order" alih-alih memakai "prapesan".
Bu Siska, begitu saya kerap menyapanya, berusaha mengajak agar tim pemasaran memakai "prapesan" saja. Supaya mengindonesia. Supaya citarasa Indonesia berasa. Supaya cinta kasih pada bahasa Indonesia lebih terasa.
Ternyata tim pemasaran (yang kerap menyebut dirinya marketing) kurang sreg memakai "prapesan". Alasannya, tidak lazim. Aduh. Kaleng kerupuk juga tahu kalau lazim tidaknya satu kata bisa terjadi karena kerap dipakai.
Dulu, orang-orang keranjingan memakai frasa "contact person". Hanya segelintir orang yang memakai kata "narahubung". Padahal, pelafalan narahubung lebih keren. Artinya, sama. Bedanya, yang satu masih bahasa asing dan satu lagi sudah bahasa Indonesia.
O ya, narahubung berasal dari kata "nara" yang berarti 'manusia, suami, atau pahlawan' dan "hubung" yang bermakna 'sambung'. Sederhananya, narahubung berarti 'orang yang bertugas sebagai penyedia informasi'.
Jika memakai "narahubung", kemungkinan terpeleset saltik bakal kecil sekali. Berbeda halnya jika memakai "contact person". Saya pernah dikirimi poster elektronik lomba menulis yang isinya "contac person". Malu!
Bagaimana dengan tim pemasaran di atas? Ternyata teman Bu Siska itu enggan mengganti "pre order". Ya, sudahlah. Bukan hanya mereka yang minder berbahasa Indonesia. Banyak.
Pada akhirnya, saya hanya ingin menanyakan sesuatu. Orang-orang kerap memakai istilah "marketing" seakan-akan itu lebih keren daripada "pemasaran". Anehnya, mereka tidak mengganti "penasaran" dengan "narketing".
 Hahaha. Garing! [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H