Jika ada yang menganggap bahasa Indonesia itu mudah, barangkali ia tengah melindur. Sungguh, bahasa Indonesia itu susah. Apalagi bagi warga Indonesia. Ajaib, kan? Memang begitulah adanya.
TIDAK PERCAYA? Lihat saja judul-judul berita di koran, di televisi, di media daring. Campur aduk bahasa Indonesia dan bahasa Inggris marak terjadi. Tiap hari selalu ada berita yang judulnya mengandung kata dari bahasa asing.
Lampu Reshuffle Terangi Kursi Mentan. Begitu jurnalis Tempo.co menjuduli beritanya. Isu Reshuffle Rabu Pun, Mahfud MD: Tidak Ada Agenda di Istana Hari Ini. Itu judul berita yang lain di media yang sama.
Tak Ada "Reshuffle" Rabu Pon, Sekjen PDIP: Jokowi Disebut Punya Kalkulasi. Itu judul berita di Kompas.com. Pada berita yang lain tertera judul ini: Belum Ada "Reshuffle" Kabinet Hari Ini.
Media pengabar milik pemerintah pun sama. Malah cenderung lebih parah. Kata dari bahasa asing ditaruh tanpa penanda. Padahal, pemerintah punya lembaga bernama Badan Bahasa. Nasib bahasa Indonesia memang menyedihkan.
Cegah Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitsi. Begitu judul berita di situs web milik Kementerian Kesehatan. Penggunaan tanda baca keliru pula. Itu lembaga negara, lo!
Pegawai Kementerian Keuangan sama malasnya dengan pekerja di Kementerian Kesehatan. Sama-sama malas mencari padanan untuk kata stunting. Lihat saja berita ini. Program Penurunan Stunting, Apa Susahnya?
Pihak nonpemerintah pun sama. Mengenal Stunting, dari Penyebab hingga Penanganannya. Itu judul tulisan di situs web hellosehat.com. Stunting. Begitu administratur situs web alodokter.com menjuduli artikelnya.
Pejabat negara setingkat wakil presiden pun enggan bersusah-susah mencari padanan untuk gabungan kata childfree. Tilik beritanya pada tautan berikut ini. Wapres Ma'ruf Amin Tak Setuju Pandangan Childfree.
Itu baru tiga kata, ya. Jikalau kita mau berlama-lama menilik penjudulan berita di media daring, bakal banyak kata asing yang terjala. Tentu saja ada alasan kenapa sulit benar menggunakan bahasa Indonesia. Yang pasti, malas adalah kunci.
Bandingkan dengan seorang gembala sapi di Kompasiana, Felix Tani. Meski sesekali masih keteteran mencari padanan kata asing dalam bahasa Indonesia, ia tetap berjuang membudayakan penggunaan bahasa Indonesia.
Sosiolog yang sesekali menyamar jadi komedian itu akan berusaha menyerap kata asing sesuai dengan kaidah penyerapan. Serendipitas, Penemuan Pisang Goreng Pisang Pasir. Begitu caranya memulung kata serendipity ke dalam bahasa Indonesia.
Bayangkan andaikan reshuffle diganti dengan "perombakan kabinet". Saya yakin, ketika khalayak pembaca mengeja "perombakan kabinet" maka yang muncul di benak mereka pasti ada menteri yang diganti, digeser, atau diberhentikan. Kelar.
Bayangkan andaikan stunting ditukar dengan kata "tengkes". Mula-mula orang Indonesia mengeryit. Lalu pelan-pelan mencari arti kata "tengkes". Kemudian mereka akhirnya paham bahwa "tengkes" berarti 'tidak dapat tumbuh menjadi besar'. Lantas tertemukan varian kata lain yang semakna dengan stunting.
Bagaimana dengan childfree? Usahalah, Sobat. Cari padanannya. Manja banget, sih. [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H