Buat apa repot-repot mengurusi tanda baca, toh itu pekerjaan editor. Saya sering mendengar pernyataan itu. Pernyataan yang salah alamat sekaligus salah paham. Pengarang novel yang berpikiran seperti itu jelas belum paham tugas editor.
Jikalau pernyataan koplak sedemikian terus dibiakkan, editor kehabisan waktu demi mengurusi tanda baca. Padahal, tugas editor tidak sesederhana itu. Ada perkara penting yang mesti diperbaiki oleh editor. Mencari dan menisik lubang penceritaan, misalnya.
Atas dasar asumsi beratnya tugas dan tanggung jawab editor, wajarlah jikalau pengarang novel meringankan beban mereka. Bagaimanapun, tatkala novel laris maka nama pengarang yang akan mengangkasa. Adapun editor, habis mengedit tetap naik motor.
1. Sulit membedakan “di” sebagai kata depan dan “di-“ sebagai imbuhan
Ini kuman yang terus mengintai pengarang novel. Kuman ini tidak memandang pengarang pemula atau yang sudah bangkotan. Manakala dipercaya penerbit mengedit novel, saya sering sekali menjumpai kuman ini menggerogoti tubuh tulisan.
Padahal, membedakan “di” sebagai kata depan dengan “di-“ sebagai imbuhan sangatlah mudah. Ya, bagi saya sangat mudah. Sama mudahnya dengan membedakan kucing dan harimau. Semudah membedakan biawak dan buaya.
Awalah “di-" selalu menyatakan peristiwa, sedangkan kata depan “di” pasti menyatakan posisi. Itu kuncinya. Cara membedakannya pun enteng. Imbuhan “di-" diikuti kata kerja, sedangkan kata depan “di” selalu diikuti keterangan tempat. Penulisannya juga mudah. Jika "di" sebagai kata depan ditulis terpisah, "di-" sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
- Jalan raya didepan rumah Rahmat sedang di aspal. (Keliru)
Kata “depan” menunjukkan posisi, sama seperti “belakang”, “samping”, atau “bawah”. Contoh di atas keliru, sebab "didepan" mestinya diceraikan. Mereka bermusuhan, harus dijauhkan. Adapun “di aspal” merujuk pada peristiwa. Mestinya dirangkai, bukan dicerai.
- Jalan raya di depan rumah Rahmat sedang diaspal. (Tepat)
Sekarang simak baik-baik contoh berikut.
- Rahmat dilanggar. (Peristiwa: ditabrak)
- Rahmat di langgar. (Posisi: berada di langgar)
- Rahmat dipenjara. (Peristiwa: disel, diterungku)
- Rahmat di penjara. (Posisi: berada di penjara)
Supaya lebih terserap, berikut ini saya sajikan perbedaan penggunaan “di-“ dan “di”.
- diaspal (peristiwa); di aspal (posisi)
- dibalik (peristiwa); di balik (posisi)
- dikontrakan (peristiwa); di kontrakan (posisi)
- dilanggar (peristiwa); di langgar (posisi)
- dipenjara (peristiwa); di penjara (posisi)
- ditombak (peristiwa); di tombak (posisi)
Bagaimana caranya agar kuman ini bisa disembuhkan? Mudah, segera obati.
2. Sulit membedakan penggunaan ke, pada, dan kepada
Ini juga kuman. Hingga sekarang masih banyak pengarang yang kesulitan membedakan kapan mesti memakai ke, bilamana menggunakan pada, dan kapan seharusnya memakai kepada.
Kalau mau tekun mencermati penggunaan tiga kata itu, rasa-rasanya tidak sukar. Masalahnya, segelintir pengarang kerap menganggap itu perkara sepele. Hasilnya, kesalahan terus dilakukan. Lagi dan lagi.
Perhatikan perbedaannya. Kata depan ke diletakkan di depan kata yang menerangkan ‘tempat yang dituju’; pada ditaruh di depan kata yang menerangkan ‘kapan sesuatu terjadi’; dan kepada ditempatkan di depan kata ganti yang menunjukkan ‘ke mana sesuatu ditujukan’.
- Rahmat jatuh cinta ke kamu. (Keliru)
- Rahmat jatuh cinta pada kamu. (Keliru)
- Rahmat jatuh cinta kepada kamu. (Tepat)
Pada contoh di atas, kata kamu menerangkan ‘sasaran yang dituju’. Dengan begitu, kata yang tepat digunakan adalah kepada.
- Rahmat jatuh cinta ke pandangan pertama. (Keliru)
- Rahmat jatuh cinta kepada pandangan pertama. (Keliru)
- Rahmat jatuh cinta pada pandangan pertama. (Tepat)
Frasa “pandangan pertama” menguraikan 'kapan sesuatu terjadi'. Dengan demikian, kata yang pas digunakan adalah pada. Bukan ke atau kepada.
- Rahmat jatuh kepada pelukanmu. (Keliru)
- Rahmat jatuh pada pelukanmu. (Keliru)
- Rahmat jatuh ke pelukanmu. (Tepat)
Kata “pelukanmu” menjelaskan ‘tempat yang dituju’. Bukan ‘kapan sesuatu terjadi’ atau ‘ke mana sesuatu ditujukan’. Dengan demikian, kata yang tepat digunakan adalah ke.
- Rahmat berdoa pada Tuhan. (Keliru)
Sekilas terlihat kalimat di atas tidak keliru, padahal sebenarnya keliru. Lihat penggunaan “pada”. Tuhan dalam konteks kalimat di atas adalah ‘sasaran tempat doa ditujukan’. Adapun “pada” mesti menerangkan ‘kapan doa itu dipanjatkan'.
Perbaikannya dapat ditilik dalam contoh di bawah ini.
- Rahmat berdoa kepada Tuhan. (Tepat)
- Rahmat berdoa pada malam yang hening. (Tepat)
Salam takzim, Khrisna Pabichara (Twitter/IG: @1bichara)
Artikel sebelumnya:
- Tiga Jurus Tokcer Mengarang Novel
- Jurus Moncer Menubuhkan Lokalitas dalam Cerita
- Jurus Meramu Data dalam Novel agar Bernyawa
- Mengenal 4 Kaidah Penulisan Dialog
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H