Selain itu, saya mendapat limpahan ide dan bisa menulis terpongan kaleng-kaleng. Tiga tulisan lahir gara-gara fenomena Dewa Kipas. Dua artikel terdahulu meraup rata-rata seribu pembaca. Lumayan untuk menambah pundi-pundi gagasan. Suatu ketika malah bisa menjadi cerita.
Terakhir, saya terkejut lantaran fenomena Dewa Kipas juga mengangkat citra pos ronda. Betapa tidak, kebiasaan meronda hampir susut di beberapa daerah. Poskamling, begitu nama pos ronda pada zaman Orba, kembali mendapat sorotan.
Barangkali setelah pertandingan persahabatan di siniar Deddy, pos ronda dapat menarik minat warga sebagai tempat wisata keamanan. Main catur, seruput kopi, dan bercanda hingga larut malam. Setidaknya, maling yang malang melintang akan jiper jika pos ronda ramai.
Lalu, terlintas ide konyol. Bagaimana gerangan jikalau partai kedua tarung catur antara Dewa Kipas dan Irene digelar di pos ronda? Ah, percuma. Kasihan Dadang Subur. Dia harus bisa menang dengan skor 4-0 untuk membalikkan keadaan. Semacam remontada.
Paling tidak, menang dengan skor 3-0. Biar mendapat waktu tambahan. lalu adu penalti. [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H