Saran saya juga perlu Kompasianer camkan: jangan berani-berani mengubek-ubek, mengobok-obok, atau mengutak-atik pendapat orang lain agar tampak seperti opini sendiri. Hanya dengan mengubah redaksi kalimat, pernyataan orang lain kita daulat sebagai pernyataan sendiri. Jangan begitu, Kawan! Itu maling namanya.
Apalagi sampai seluruh isi tulisan orang kita comot habis-habisan, lalu kita akui sebagai karya sendiri. Jauhi tabiat sedemikian. Itu plagiarisme kelas kakap. Bahkan, andaikan lolos dari amatan robot penguji akurasi pun kita masih harus mendengarkan bisikan nurani. Maling paling bangsat adalah maling intelektual.
Cara mencantumkan data dan atribusi
Data berpotensi ambigu alias taksa jika kita salah tulis. Pak Lurah mengelus burungnya berbeda dengan Pak Lurah mengelus "burungnya". Tanda petik (“…”) yang mengapit kata burungnya tidak semakna dengan kata burungnya tanpa tanda petik. Sekilas tampak biasa, tetapi berakibat fatal.
Itulah sebabnya mengapa kita mesti amat teliti, bahkan dalam pemakaian tanda baca. Periksa dengan cermat. Itu baru pada tataran penulisan, belum penganalisisan. Jika kita keliru menganalisis data, pembaca berpotensi tersesat.
Kisah tiga orang tunanetra yang ingin mengetahui bentuk fisik seekor gajah bisa menjadi cermin. Jika kita membaca data hanya dengan memegang ekor gajah, kita menyebut gajah besarnya hanya seperti ekor. Begitu pula jika hanya meraba belalai dan kuping gajah. Malahan, tiga bagian itu belum layak disebut gajah. Jadi, utuhkan analisis sebelum kita cantumkan ke dalam tulisan.
Manakala kita cantumkan kutipan, atribusinya mesti akurat. Salah nama bisa salah jabatan atau profesi. Felix Tani berbeda dengan Felix Siauw. Rudy Gunawan berbeda dengan Rudy Hartono. Jadi, pada penamaan pertama tulis dulu nama utuh. Selanjutnya baru gunakan nama sapaan.
Varian atribusi juga mesti kita timbang dan takar dengan secermat-cermatnya. Jangan gunakan sapaan yang menjurus pada penghinaan fisik atau pelecehan seksual. Varian atribusi bertujuan agar pembaca tidak bosan sekaligus pemastian jabatan atau profesi, bukan pelecehan.
Perhatikan contoh varian atribusi dan urutannya untuk Felix Tani.
- Felix Tani
- Felix
- Engkong Felix
- Sosiolog yang senang mangkal di Gang Sapi
- Penyuka kopi Kalosi
- Penganjur paham kenthirisme
- Bapak ideologis Poltak dan Berta
Jauhkan varian atribusi seperti di bawah ini.
- Felix Tani
- Sosiolog berkepala botak
- Peneliti berpantat tepos
- Periset yang kerap mengajukan analisis receh
- Penyuka kopi yang jarang mandi
Berdasarkan contoh di atas, kita bisa menerakan atribusi bagi Lionel Messi seperti ini.
- Lionel Messi
- Messi
- Penyerang Barcelona
- La Pulga
- Si Kutu dari Argentina
- Seniman lapangan hijau
Pada umumnya, atribusi dalam artikel memuat nama lengkap dan jabatan narasumber. Atribusi awal memakai nama lengkap, selanjutnya nama sapaan (jika narsum berasal dari Indonesia) atau nama kedua (jika narsum berasal dari luar, terutama Eropa dan Amerika).