Fakta itu tiba di tangan netizen Indonesia. Mengamuklah mereka. Jiwa barbar merasa terpanggil. Laman Instagram BWF kontan diserbu netizen Indonesia. Rupa-rupa kata mencuat di kolom komentar. Dari yang halus hingga yang kasar. Ada semua.
Netizen Indonesia memang begitu. Tidak tahu perkara saja bisa urunan komentar, apalagi kalau tahu perkara. Salah saja masih bisa berkilah "jangan baper, aku bercanda", apalagi kalau merasa benar. Terlebih lagi, bulutangkis merupakan ladang gelar bagi pemain Indonesia.Â
Habislah akun BWF dilalap netizen Indonesia. Memang akar masalahnya bukan terletak pada BWF selaku panitia penyelenggara All England. Semuanya karena kebijakan NHS. Ada aturan penanganan korona yang mesti dipatuhi. Namun, kenapa tidak konsisten?
Jadilah BWF sasaran ketidakpuasan netizen Indonesia. Apakah serbuan dan keroyokan netizen Indonesia disebut sebagai barbarisme komentar? Jika ditanyakan kepada periset Microsoft, bisa jadi jawabannya "ya".
Hanya saja, dalam sisi tertentu bisa juga dimaklumi. Kabar tentang pemain Turki sepesawat dengan pemain Indonesia bukanlah hoaks. Faktanya begitu. Selain itu, BWF memajang maklumat mundur paksa kontingen Indonesia di Instagram dan Twitter. Mestinya di laman BWFÂ saja, biar tidak jadi sasaran amuk kesal netizen Indonesia.
Lebih nahas lagi, kolom komentar dibuka lebar-lebar. Seolah-olah BWF mempersilakan netizen Indonesia membuktikan kekhidmatan atas sila ketiga Pancasila. Dalam urusan berkomentar di media sosial, netizen Indonesia sudah putus urat ngeri. Yang tersisa tinggal otot nyali.
Untung sekarang kolom komentar sudah ditutup. Uh! Padahal, saya belum ikut misuh-misuh. [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H