Itulah alasan mengapa saya berniat menggalakkan kembali tradisi membaca di Turatea. Namun, saya tidak mungkin bergerak sendirian. Saya perantau. Suatu saat pasti meninggalkan kampung. Maka saya datangi rumah teman semasa remaja.
Gayung bersambut. Di pekarangan rumah Irsyam kami godok kemungkinan membangun pustaka bergerak. Turut hadir seorang pemuda enerjik: Subair Sirua. Aktivis lingkungan itu bergabung dengan kami. Makin buncah ide, makin deras imaji.
Saya sendiri kebagian Kampung Kalumpang. Takdir membawa saya ke sana. Di kampung itulah seorang sastrawan ternama lahir dan dibesarkan. Arena Wati. Sastrawan yang merantau ke negara jiran, Malaysia. Di sana beliau diangkat menjadi Sastrawan Kebangsaan.
Mengumpulkan buku
Selama tiga bulan pertama setelah berdiri, sukarelawan PBK aktif menggulirkan pustaka bergerak. Buku-buku diantar ke pelosok desa. Anak-anak dan remaja diajak bersentuhan dengan buku. Mereka membaca dan menelaah apa yang mereka baca.
Tiga bulan kedua, sukarelawan PBK menggalang kegiatan yang bertujuan meningkatkan kapasitas literasi atau keberaksaraan. Lomba melukis bagi anak-anak, kursus bahasa Inggris, kelas matematika dan sains, kelas mendongeng, dan aktivitas berkesenian.
Pada gilirannya, seluruh aktivitas yang dijalankan dapat menjadi simpul utama kebangkitan masyarakat Jeneponto terkait kapasitas sumber daya manusia. Bermula dari kegiatan memicu minat baca, mendekatkan masyarakat atas akses bacaan, memantik keterampilan khusus terkait literasi, hingga kemampuan literasi digital.
Jika hal-hal tersebut dapat terpenuhi, setidaknya Pustaka Ballak Kana turut berpartisipasi aktif dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Meskipun demikian, upaya tersebut tidak berlangsung dengan mudah. Buku-buku, misalnya, dikumpulkan dari rumah ke rumah. Ada pula donasi dari jaringan Pustaka Bergerak dan inisiatif personal.