Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sukarno, Suharto, dan Wacana Presiden Tiga Periode

14 Maret 2021   16:23 Diperbarui: 14 Maret 2021   18:08 1268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sukarno dan Suharto (Foto: AP/scmp.com)

Desas-desus tentang presiden tiga periode kembali mengemuka. Sebenarnya itu bukan wacana baru, melaikan ide usang yang kembali dikemas ulang. Pada akhir tahun 2019, ada pihak di DPR yang mengembuskan pembahasan ulang pembatasan masa jabatan presiden.

Kabar terbaru, Amien Rais urun komentar. Politikus sepuh yang tengah sibuk membangun Partai Ummat kembali "meradang". Ia mengaku telah menangkap sinyal politik atau skenario yang mengarah pada mengantar Jokowi agar kembali terpilih hingga tiga periode.

Skenario itu, kata Amien, salah satunya terlihat dari keinginan pemerintah menghapus prinsip-prinsip dasar negara yang terkandung dalam Pancasila. Keinginan pemerintah itu didukung oleh kekuatan politik dan keuangan yang besar.

Amien menyatakan, dikutip oleh cnnindonesia.com, "Ada manuver politik yang dilakukan oleh pemerintah saat ini untuk mengamankan semua lembaga negara, mulai dari DPR, DPD, MPR, hingga lembaga lainnya."

Terlepas dari benar atau tidaknya skenario yang dibaca oleh Amien Rais, kita semua, terutama para wakil rakyat di Senayan, perlu berhati-hati dalam membuka keran pembatasan jabatan presiden dan wakil presiden. Sejarah dapat menjadi cermin, pengalaman dapat menjadi guru.

Pada dasarnya, UUD 1945 mengatur tentang ketentuan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Sayang sekali, ketentuan itu tidak diikuti oleh pengaturan masa jabatan. Dampaknya fatal. Celah itu dimanfaatkan oleh Sukarno dan Suharto untuk melanggengkan kekuasaan.

Semula Pasal 7 UUD 1945 hanya berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali". Klausul dalam pasal itu memang punya celah. Berkuasa selama lima tahun dan dapat dipilih kembali. Hanya itu. Tidak ada batasan berapa kali seseorang bisa dipilih kembali.

Celah itulah yang dimanfaatkan oleh Sukarno dan Suharto. Sejarah mencatat, Sukarno semasa Orde Lama mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup. Sejarah juga mencatat, Suharto selama Orde Baru maju hingga terpilih menjadi presiden sebanyak tujuh kali.

Berdasarkan dua pengalaman itu, melalui Rapat Paripurna Sidang Umum MPR RI pada 19 Oktober 1999, rancangan rumusan amendemen Pasal 7 disahkan. Tuntas sudah perdebatan tentang masa jabatan presiden dan wakil presiden.

Perubahan Pasal 7 secara tersurat menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama lima tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Jadi, baik presiden maupun wakil presiden hanya bisa menjabat selama dua periode. Tidak boleh lebih. Baik berturut-turut maupun tidak berurutan.

Itulah sebabnya wacana untuk menduetkan kembali pasangan Jokowi-Jusuf Kalla terhenti di tengah jalan. Jusuf Kalla otomatis terganjal aturan, sebab sebelumnya ia sudah menjabat wakil presiden semasa berduet dengan SBY.

Hal serupa menimpa SBY. Sempat terbetik isu SBY akan dimajukan kembali pada Pilpres 2019. Namun, jika merujuk pada hasil amendemen Pasal 7, SBY mustahil mencalonkan atau dicalonkan kembali sebagai presiden, sebab beliau sudah menjabat selama dua periode.

Batasan periodisasi jabatan presiden dan wakil presiden tidak hanya terjadi di Indonesia. Banyak negara yang secara konstitusional membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden. Ambil contoh Amerika Serikat. Negeri Paman Sam itu hanya membolehkan dua periode bagi setiap orang untuk menjadi presiden atau wakil presiden. Adapun lama menjabat adalah empat tahun.

Masa empat tahun menjadi presiden dan wakil presiden juga berlaku di Argentina. Berdasarkan Second Division tentang kekuasaan pada Chapter I Section 90, seseorang hanya bisa dipilih kembali menjadi presiden atau wakil presiden Argentina untuk satu periode.  

Berbeda dengan pemilihan presiden dan wakil presiden di Angola. Berdasarkan Konstitusi Angola, masa jabatan selama lima tahun serta dapat dipilih kembali untuk dua periode, baik berturut-turut maupun tidak berurutan. Dengan demikian, watas tiga periode berlaku di Angola.

Kondisi di Belarus sama seperti di Indonesia. Masa jabatan presiden dan wakil presiden selama lima tahun dan dapat dipilih kembali satu kali lagi untuk jabatan yang sama. Perbedaannya ada pada Pasal 168 Konstituen Belarus, yakni "dapat dipilih kembali pada masa berurutan".

Brazil berbeda. Dalam Konstitusi Brazil pada Pasal 82 ditentukan bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden adalah selama empat tahun dan tidak dapat dipilih kembali pada periode setelahnya. Jadi, Brazil hanya mengenal satu periode.

Patut diketahui, ada beberapa alasan sehingga masa jabatan presiden dan wakil presiden harus dibatasi. 

Pertama, presiden akan otoriter jika lama berkuasa. Kedua, menyebabkan kemacetan regenarasi kepemimpinan nasional. Ketiga, rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Keempat, dapat menyebabkan seseorang menjadi diktator. Kelima, dapat memantik kultus individu.

Dengan demikian, wacana tentang penambahan masa jabatan dan jumlah periode presiden, apa pun alasannya, sebaiknya dihentikan saja. Kalaupun keran pembahasan wacana dibuka di DPR, para wakil rakyat perlu berhati-hati agar tidak menjadi pemicu lahirnya diktator di Indonesia.

Cukuplah pengalaman Sukarno dan Suharto sebagai pelajaran sepanjang masa. Adapun Jokowi, cukup dua periode. Biarkan sejarah mencatat kiprah beliau sesuai dengan batasan konstitusi. [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun