Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kaesang Hapeheman: yang Bucin Bisa Putus, yang Kembali Bisa Pergi

7 Maret 2021   09:09 Diperbarui: 7 Maret 2021   09:25 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaesang Pangarep semasa cilik (Foto: Twitter/@kaesangp)

Cinta sejatinya bukan matematika, sekalipun tabiat hitung-hitungan acapkali menjadi sandaran kalkulasi bagi kaum bucin. Begitulah nasib yang tengah menimpa Kaesang Pangarep--instruktur senam yang multitalenan. Namanya mendadak kembali meledak di percaturan tagar viral di media sosial. Bukan karena omzetnya meroket, melainkan gara-gara cinta.

Adalah ibunda mantan pacar Kaesang yang mencak-mencak di media sosial. Main hitung-hitungan. Segala-gala dibawa-bawa. Janji setialah, tiba-tiba menghilanglah, janji menikahlah. Semua dibongkar habis. Hingga tandas. Hingga ludes. Hingga tuntas.

Malahan sampai menowel akun medsos Presiden Jokowi. Seakan-akan ada hubungan darah atau keturunan antara Kaesang dan Pakde Jokowi. Padahal peniaga yang berbadan tegap itu, seperti riuh digosipkan warganet, hanya mengaku-aku sebagai anak presiden.

Kendatipun benar Kaesang adalah putra Pakde Jokowi, seperti yang sering dikelakarkan oleh warganet, ajaib juga manakala urusan cinta dikait-pautkan dengan kepala negara. Pakde Jokowi sudah mumet, urusan negara kelewat menumpuk, janganlah pula diberat-berati dengan hal-hal yang menyangkut perasaan.

Apa pasal sehingga ibunda mantan kekasih Kaesang misuh-misuh di media sosial? Tidak, ah. Aku enggan mengulik bagian itu. Biarkan saja. Setiap orang punya masalah, setiap orang punya cara untuk melontarkan masalah, setiap orang punya strategi untuk terus bermasalah.

Aku cuma ingin berandai-andai. Begini. Seandainya aku adalah ibunda mantan pacar Kaesang, aku tidak akan membuka borok anakku dan diriku dengan meraung-raung di media sosial. Sekalipun aku kolokan, aku belum berani melakukan tindakan sememalukan itu.

Betapa tidak, dua negara terbawa-bawa. Gara-gara cinta yang bersemi semasa di kampus, amat sayang jikalau hubungan ketetanggaan antara Singapura dan Indonesia retak. Tidak etis tatkala urusan cinta membuat dua negara bertetangga tidak saling menyapa. Uh!

Okelah, Kaesang mendadak hilang tanpa kabar. Lo, namanya juga baru pacaran. Ada yang sudah menikah saja malah pisah, ini lagi baru cem-ceman. Apa kata dunia jikalau gagal besanan dengan presiden disamakan dengan kiamat. Aih, mentalku belum selemah dan serapuh itu. Memangnya cowok di dunia ini cuma Kaesang?!

Iba hati pula aku kepada anakku. Aku pasti akan memperhitungkan perasaan anakku. Apakah putriku senang hati? Adakah ia bergembira atau berbahagia karena unek-uneknya kuwakili? Jangan-jangan ia malah malu lantaran keretakan cintanya aku koarkan di medsos?

Aku boleh kesal, tetapi aku harus menggunakan matematika sebelum berkoar-koar di medsos. Jika semata-mata perasaanku yang kubela, kasihan perasaan anakku. Jika hanya perasaanku yang kupertimbangkan, bagaimana pula perasaan keluarga besarku. Mungkin macam tercoreng arang di bibir, mungkin.

Belum lagi kata-kataku bisa menyakiti hati Kaesang dan Jokowi. Mungkin mereka tampak tidak tersakiti, mungkin. Boleh jadi mimik mereka biasa saja, tetapi mana kita tahu daleman mereka? Hah, daleman? Maksudku, isi hati.

Komentar sedemikian di media sosial sebenarnya sampah. Tidak berguna. Hanya merusak nama baik diri sendiri. Hanya menambah-nambah rasa sakit. Kata Shakespeare, “Full of sound and fury, signifying nothing.” Memang benar begitu, kok.

Berteriak-teriak lantang untuk sesuatu yang sampah adalah aksi tiada guna. Apakah koar-koar itu akan mengubah perasaan Kaesang? Apakah saudagar pisang itu akan kembali menjadi bucin? Apakah juragan minuman itu akan kembali setelah pergi? Belum tentu. Salah-salah malah tambah muak dan mual.

Cinta adalah relasi hati yang mustahil dipaksa-paksa. Kalaupun ada orang yang menerima satu cinta secara terpaksa, belum tentu selamanya ia akan terima dipaksa-paksa. Suatu ketika bom waktu meledak di dalam dadanya. Lalu pergi, lalu lupa jalan kembali.

Kalaupun sekarang Kaesang punya gebetan baru, rindunya berlabuh di lain hati, pasti ada pangkal soalnya. Ada penyebabnya. Biarkan saja ia pergi, mungkin dengan begitu ia akan tahu makna kembali. Biarkan saja ia pergi, mungkin dengan begitu ia akan tahu pentingnya kembali.

Selain itu, cinta mirip sekali dengan angin. Bisa berubah setiap saat. Kadang sepoi-sepoi basah, kadang puting beliung. Kadang mendayu-dayu, kadang mengharu biru. Yang sekarang bucin alias budak cinta, suatu saat bisa menjadi mucin alias musuh cinta. Yang sekarang lengket, suatu ketika bisa lepas. Yang sekarang kembali, suatu saat bisa pergi lagi.

Apa yang bisa diharapkan dari membongkar aib sendiri di media sosial? Tidak ada. Salah-salah malah malu abadi. Besanan dengan presiden batal, makin getir itu nasib. Orang-orang mencibir, makin pilu itu derita.

Okelah, ada dendam karena Kaesang menghilang tanpa kabar. Akan tetapi, apakah dendam bisa menyembuhkan luka? Tidak. Malahan menambah luka. Ingatan akan sakit harus dipangkas, bukan dipanjang-panjangkan.

Okelah, ada rasa sewot tiada terkira karena ulah Kaesang. Semacam datang tampak muka, pulang tak kelihatan apa-apa. Semacam hati sudah tidak cinta, pergi seenak udel. Namun, rasa sewot itu bisa ditumpahkan lewat japri. Kalau terpaksa banget, datangi konter jualannya. Bukan di medsos.

Okelah, anggap saja Kaesang hapeheman atau tidak tahu berterima kasih. Ya, tetap saja sia-sia berkoar di media sosial. Apakah dengan mencak-mencak akan mendatangkan keadilan? Keadilan macam apa? Keadilan bagi siapa? Sebal, ya, sebal saja. Tuangkan semua. Sebut Kaesang sebagai manusia hapeheman (bahasa Sunda: tidak tahu berterima kasih). Terserah!

Namun, tidak perlu semua orang tahu. Apalagi presiden tahu. Urusan Kaesang, ya, untuk Kaesang saja. Jangan bawa-bawa presiden bagi 270 juta penduduk Indonesia. Jangan ingat, Kaesang hanyalah seorang instruktur senam yang multitalenan. Kebetulan saja doi tercatat di kartu keluarga Pakde Jokowi. [kp]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun