Berteriak-teriak lantang untuk sesuatu yang sampah adalah aksi tiada guna. Apakah koar-koar itu akan mengubah perasaan Kaesang? Apakah saudagar pisang itu akan kembali menjadi bucin? Apakah juragan minuman itu akan kembali setelah pergi? Belum tentu. Salah-salah malah tambah muak dan mual.
Cinta adalah relasi hati yang mustahil dipaksa-paksa. Kalaupun ada orang yang menerima satu cinta secara terpaksa, belum tentu selamanya ia akan terima dipaksa-paksa. Suatu ketika bom waktu meledak di dalam dadanya. Lalu pergi, lalu lupa jalan kembali.
Kalaupun sekarang Kaesang punya gebetan baru, rindunya berlabuh di lain hati, pasti ada pangkal soalnya. Ada penyebabnya. Biarkan saja ia pergi, mungkin dengan begitu ia akan tahu makna kembali. Biarkan saja ia pergi, mungkin dengan begitu ia akan tahu pentingnya kembali.
Selain itu, cinta mirip sekali dengan angin. Bisa berubah setiap saat. Kadang sepoi-sepoi basah, kadang puting beliung. Kadang mendayu-dayu, kadang mengharu biru. Yang sekarang bucin alias budak cinta, suatu saat bisa menjadi mucin alias musuh cinta. Yang sekarang lengket, suatu ketika bisa lepas. Yang sekarang kembali, suatu saat bisa pergi lagi.
Apa yang bisa diharapkan dari membongkar aib sendiri di media sosial? Tidak ada. Salah-salah malah malu abadi. Besanan dengan presiden batal, makin getir itu nasib. Orang-orang mencibir, makin pilu itu derita.
Okelah, ada dendam karena Kaesang menghilang tanpa kabar. Akan tetapi, apakah dendam bisa menyembuhkan luka? Tidak. Malahan menambah luka. Ingatan akan sakit harus dipangkas, bukan dipanjang-panjangkan.
Okelah, ada rasa sewot tiada terkira karena ulah Kaesang. Semacam datang tampak muka, pulang tak kelihatan apa-apa. Semacam hati sudah tidak cinta, pergi seenak udel. Namun, rasa sewot itu bisa ditumpahkan lewat japri. Kalau terpaksa banget, datangi konter jualannya. Bukan di medsos.
Okelah, anggap saja Kaesang hapeheman atau tidak tahu berterima kasih. Ya, tetap saja sia-sia berkoar di media sosial. Apakah dengan mencak-mencak akan mendatangkan keadilan? Keadilan macam apa? Keadilan bagi siapa? Sebal, ya, sebal saja. Tuangkan semua. Sebut Kaesang sebagai manusia hapeheman (bahasa Sunda: tidak tahu berterima kasih). Terserah!
Namun, tidak perlu semua orang tahu. Apalagi presiden tahu. Urusan Kaesang, ya, untuk Kaesang saja. Jangan bawa-bawa presiden bagi 270 juta penduduk Indonesia. Jangan ingat, Kaesang hanyalah seorang instruktur senam yang multitalenan. Kebetulan saja doi tercatat di kartu keluarga Pakde Jokowi. [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H