Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua Umum PSI, Giring Ganesha, mulai beraksi. Kritik ia lontarkan kepada Gubernur DKI Jakarta. Melalui akun Instagram, vokalis Nidji itu mengomentari kinerja Anies Baswedan dalam hal mengatasi banjir. Tak dinyana, Pasha Ungu--politikus yang juga berlatar artis--menanggapi kritik Giring.Â
Dua hari lalu, Minggu (21/2/2021), Giring mengkritik Anies. Kritik Giring di Instagram sebenarnya tertata dengan baik dan menggunakan bahasa yang santun. Malahan, Giring mengesankan ada kedekatan lewat penggunaan kata sapa "Mas". Seperti teman memberikan saran kepada teman.
Mas Gubernur @aniesbaswedan jangan cuma melempar kesalahan pada curah hujan dan banjir kiriman. Pada banjir kemarin, status pintu air di Bogor dan Depok normal. Artinya, banjir terjadi karena Mas Gubernur Anies tidak punya rencana dan cara yang jelas untuk mengatasinya.
Pertama, menyalahkan curah hujan dan ketakpunyaan rencana yang jelas. Itulah saripati kritik Giring. Terang saja, banyak pihak yang mengeluhkan kinerja Anies dalam mengatasi banjir. Giring juga punya kegelisahan serupa. Sebagai warga negara, Giring sah-sah saja melontarkan kritik.
Ketika banjir tiba, curah hujan memang bisa dijadikan sandaran kilah. Dari zaman purba sudah begitu adanya. Hingga sekarang pun masih banyak pejabat yang menggunakan curah hujan sebagai titik tumpu alasan. Presiden Jokowi juga pernah menyatakan hal serupa.
Adapun soal rencana penanganan banjir, saya percaya, Anies pasti punya. Hanya saja, kata Giring, tidak jelas. Begitu pula dengan cara mengatasi banjir. Lagi-lagi kata Giring, tidak jelas. Menilik inti kritik, tidak ada yang perlu dicemaskan oleh suporter Anies. Kritik Giring masih wajar.
Selain itu, menjelang musim hujan, tidak terlihat ada upaya untuk mengeruk sungai, membersihkan saluran air, dan mengecek pompa. Ketika tindakan itu tidak dilakukan, mustahil Jakarta bebas dari banjir. Padahal, anggaran DKI Jakarta lebih dari cukup untuk membiayai itu semua.
Kedua, tidak terlihat melakukan upaya yang dapat membuat Jakarta bebas dari banjir. Itu intisari saran Giring. Tidak sekadar mengagihkan kritik, tetapi sekaligus mengajukan saran. Bagi Giring, Jakarta bisa terbebas dari banjir apabila tiga upaya dilakukan.
Apakah benar Jakarta akan terbebas dari banjir apabila menjelang musim hujan dilakukan pengerukan sungai, pembersihan saluran air, dan pengecekan pompa? Saya kurang paham. Jelas petugas lapangan lebih mengerti hal seteknis itu. Setidaknya bagi Giring, tiga upaya itu merupakan langkah preventif untuk mencegah banjir.
Pada akhir kritik, Giring juga menandaskan soal anggaran DKI Jakarta yang cukup dalam hal tata kelola banjir. Namun, terkait anggaran, kesalahan tidak bisa ditimpakan semuanya kepada Anies. Ada pihak lain yang sangat menentukan penganggaran, yakni DPRD DKI Jakarta.
Anggaran Jakarta diboroskan untuk hal-hal tak perlu. Lihat saja, untuk pembayaran uang muka Formula E, mempercantik JPO, atau mengecat genting-genting rumah warga. Dari sini, Gubernur Anies terlihat tidak mampu menyusun prioritas. Kebutuhan mendesak didahulukan, hal-hal yang bersifat kosmetik justru didahulukan.
Ketiga, tidak mampu menyusun skala prioritas. Itulah intinya. Beberapa waktu lalu, Anies memang sibuk dengan perkara berbau artifisial. Cantik di permukaan. Sebut saja pengecatan genting rumah warga. Dalam hal ini, saya sepakat dengan Giring.
Namun terkait prioritas, agak janggal juga kritik Giring. DPRD DKI Jakarta dengan kader PSI ada di dalamnya sebagai anggota punya kewenangan pengawasan. Selain penganggaran, anggota parlemen juga punya hak untuk melakukan pengawasan. Jika tidak sesuai dengan anggaran, para wakil rakyat boleh menyentil Anies. Logika sederhananya begitu.
Bagaimana dengan kader PSI yang duduk di parlemen DKI Jakarta? Posisinya sudah jelas. Oposan. Selama ini anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI getol mengawasi, mengkritik, dan membantu Anies agar memimpin Jakarta dengan baik. Jadi, kloplah dengan saran Giring.
Timbul pertanyaan. Kenapa Giring hanya mengkritik kinerja Gubernur DKI Jakarta? Itu penting, sebab Giring adalah pemimpin sebuah partai dalam skala nasional. Andaikan yang mengkritik adalah pimpinan PSI Jakarta, ya, berbeda perkaranya.
Hal itulah mungkin yang melatari sanggahan Pasha Ungu. Vokalis yang pernah menjabat Wakil Wali Kota Palu itu secara gamblang menyatakan bahwa mengkritik mudah dilakukan, berbeda dengan menjadi pelaksana pembangunan.
Terkait kapabilitas Pak Gubernur @aniesbaswedan yang Bro anggap tidak mampu mengelola Jakarta, saya kira terlalu naif dan kerdil. Mengelola Jakarta tidak semudah mengkritik di medsos.
Selaku politikus berlatar artis, Pasha menyatakan bahwa kritik Giring terlalu naif dan kerdil. Jelas Pasha punya sandaran argumen. Kata Pasha, mengelola Jakarta tidak segampang bercuap-cuap di media sosial. Itu ada benarnya. Namun, ada kelirunya juga. Giring itu Nidji, Bro Pasha, bukan Naif. Upz!
Sayangnya, Pasha terang-terangan mempertanyakan latar belakang Giring. Di sini Pasha sedikit blunder. Belum fatal, tetapi mengerdilkan keberadaan kritik. Untuk mengkritik seorang pejabat, pengkritik tidak mesti punya pengalaman memimpin kelurahan, kecamatan, atau kota. Â
Apakah Bro Giring sudah pernah teruji mengelola sebuah kota/daerah atau bahkan kelurahan? Mohon maaf kalau saya keliru berpendapat, Bro Ketum.
Begitu tanggapan Pasha. Ia menyebut Giring kerdil dalam mengkritik Anies, tetapi ia sendiri entah sengaja atau tidak sedang mengerdilkan Giring. Ah, kenapa pula benak saya mendadak membayangkan mereka sepanggung dan bernyanyi bersama. Giring melompat sambil menggebuk kecrekan, Pasha unjuk rasa lewat roman memelas yang sedap dan elok pandang.Â
Izinkan aku, Tuhan. Ganti lagu, ah. Dan demi waktu ... [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H