Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pendapat Tidak Boleh Dipidana, Kata Tsamara Amany

19 Februari 2021   22:59 Diperbarui: 19 Februari 2021   23:25 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terus berpendapatat, jangan takut dilaporkan kepada polisi oleh teman separtai saya (Foto: psi.id)

Pret! Begitu sembur Kang Somay. Ulang lagi. Pret! Tampaknya ia kesal banget. Bukan soal takada seorang jua pembeli yang mendatangi gerobak somaynya, bukan. "Pendapat memang tidak boleh dipenjara, Kak Tsamara. Setiap warga negara berhak untuk berpendapat."

Kang Bakso geleng-geleng kepala. "Kenapa, Kang? Pendapat dan pendapatan jelas tidak bisa dibui. Lo, ditangkap saja susah. Mimpi kali mau memenjara pendapat. Bagaimana cara menuntutnya?" Ia menggeleng-geleng lagi. "Lucu pula nanti kalau hakim bertanya, 'Saudara Pendapat, apakah Saudara keberatan dengan tuntutan Jaksa?' Bagaimana Pendapat menjawab pertanyaan hakim?"

"Hahaha!" Kang Kerak Telor terbahak-bahak. "Kau betul, Kang Bakso. Mustahil si Pendapat dipidana. Susah."

Kang Somay tergelak. "Berarti Kaka Tsamara salah cuit, dong!"

"Tsamara yang mana?" tanya Kang Bakso. "Langganan kau?"

Kang Somay menggeleng. "Bukan. Tokoh partai PSI."

Kang Kerak Telor tergelak lagi. "Hahaha. Kalau Kaka Tsamara itu yang kausebut, alah, abaikan saja. Itu ibarat kata semut di seberang got kelihatan, kebo di depan mata kagak nampak. Tanya aja Kaka Tsamara, siapa selama ini yang jadi biang lopar-lapor."

Kang Somay tersentak. "Memang siapa biang lopar-lapor, Kang?"

"Macam mana kau taktahu, padahal tiap menit buka medsos," ujar Kang Bakso, "orang PSI-lah!"

Jika pendapatmu tidak dianggap, tersenyum saja (Foto: Dok. Tsamara Amany via Kompas.com)
Jika pendapatmu tidak dianggap, tersenyum saja (Foto: Dok. Tsamara Amany via Kompas.com)
Begitulah percakapan di tepi jalan tempat Kang Bakso, Kang Kerak Telor, dan Kang Somay acap mangkal menunggu pelanggan datang. Jangan dikira rakyat jelata macam mereka buta politik. Tidak. Mereka tidak kalah hebring dibanding pengamat yang sering numpang nampang di teve.

Tilikan mereka juga pedas. Sekalipun harga cabe kian melejit, level pedas komentar mereka masih pada kisaran tujuh hingga sepuluh. Persis seperti komentator di teve, mereka pun mahir berkomentar dari sudut mana saja. Dari pojok psikologi bisa, dari penjuru antropologi bisa. Dari sudut hukum bisa, dari sisi agama juga bisa.

Bahasa yang mereka gunakan pun bisa dibikin-bikin menjadi sok intelek. Bisa menggunakan gaya Revolusi Industri 4.0 ala Budiman Sudjatmiko, bisa memakai gaya plentang-plentung filsafat ngambang seperti Rocky Gerung. Sedikit santai macam Maman Suherman bisa, agak serius bagai Burhanuddin Muhtadi juga bisa. Tinggal pesan gaya, persis macam kaupergi ke tukang jahit.

Malam kehilangan bintang, mereka kehilangan pelanggan. Jadilah ponsel cerdas mereka ulik. Itu saja penghiburan terbaik bagi mereka selama pandemi merajalela. Tidak heran jikalau cicitan politikus muda Tsamara pun mereka embat. Gobal-gabel bibir mereka memperbincangkan UU ITE. Rupa-rupa analisis termuntahkan.

Kata Tsamara Amany di Twitter:

Pendapat tidak boleh dipidana. Takboleh ada warga negara yang takut mengungkapkan pendapat atau kritik. Kita memilih berdemokrasi. Oleh sebab itu, mari rawat demokrasi ini. Kami, PSI, mendukung UU ITE demi melindungi hak warga negara berpendapat.

Tsamara Amany tidak hanya berpendapat atas nama diri sendiri, tetapi sekaligus berpendapat atas nama partai tempat dia berkhidmat. Dengan kata lain, dukungan untuk merevisi UU ITE juga datang dari PSI. Namun, tampaknya api jauh dari kompor. Bukan apa-apa. Selama ini, pihak yang kerap melaporkan orang berpendapat adalah teman Tsamara di PSI.

Itu alasan mengapa Kang Bakso mengeluarkan satire tentang mustahilnya pendapat dipidana. Ya, sekilas itu seperti seloroh. Pendapat memang bukan orang. Mana bisa pendapat dipidana jika ditangkap saja susah? Nah, yang bisa dan biasa dilaporkan oleh teman separtai Tsamara bukan pendapat, tetapi orang yang mengeluarkan pendapat.

Itu pula dalih kenapa Kang Kerak Telor meriang. Selama ini, biang lopar-lapor justru berada di dekat Tsamara. Yang melaporkan Bintang Emon, ya, orang PSI. Yang melaporkan Ustaz Maheer, ya, orang PSI. Yang melaporkan Farid Gaban, ya, orang PSI. Yang melaporkan Haikal Hasan, ya, orang PSI. Tidak heran jika Kang Kerak Telor tergelak-gelak.

Mari berpendapat (Foto: tribunnews.com/Danang Triamtojo)
Mari berpendapat (Foto: tribunnews.com/Danang Triamtojo)

Lihat sekarang bagaimana Kang Somay makin sebal. "Pret! Segala dikata mendukung revisi UU ITE. Tebalkan dulu tulang kuping temanmu, Kaka Tsamara. Kalau kritik saja masih sering disangka fitnah atau pencemaran nama baik, tiada guna UU ITE direvisi."

"Macam takpaham kamu dengan tabiat politikus," ucap Kang Bakso, "hari ini bilang A, besok bisa berkata B. Susah dipegang. Giliran pemilu, ingat kita-kita. Alah. Taek kucinglah!"

"Apa pun makanannya," ujar Kang Kerak Telor, "minumannya, ya, ludah sendiri!" [kp]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun