Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jika Aku Memang Rapuh, Jangan Paksa Jadi Tangguh

10 Februari 2021   23:18 Diperbarui: 11 Februari 2021   05:59 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menangislah, sebab hati kita tidak hanya butuh gelak tawa (Ilustrasi: Getty Images)

Jika dadamu masih serupa kertas yang mudah koyak, telan saja deritamu. Jangan sampai engkau ceritakan kepada orang lain, orang yang kamu anggap bisa dipercaya, orang yang kamu rasa bisa menjadi teman curhat, tetapi kenyataannya membuat hatimu makin merasa buruk.

Teman seperti itu, barangkali sudah mendalami psikologi positif (Positive Psychology). Aku yakin kamu masih ingat Martin Seligman. Ya, kamu betul. Beliau menulis buku Authentic Happines. Ingatanmu tajam. Nah, temanku itu sepertinya setengah-setengah saat mengamalkan psikologi positif. Psikolog dan psikiater saja mendengarkan keluhan dulu baru memberikan saran.

Temanku itu pasti lupa bahwa positif tidak akan berarti jika negatif tidak ada. Aku tahu seperti tenteram hati jika sedang berbahagia sebab aku pernah merasakan alangkah risau hati tatkala berduka.

Temanku yang lain pernah berkata begini, "Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda." Saat itu, antologi puisiku ditolak oleh delapan penerbit. Beruntung saat itu aku masih muda, jadi congorku masih sering kehilangan timbangan. Aku jawab, "Kegagalan adalah kesuksesan yang batal terjadi."

Tadi pagi ia mencoba menghamburkan kalimat positif beracun lagi, tetapi tidak kuindahkan. Aku hanya mengatakan kepadanya bahwa nasihat agar selalu bersikap dan berpikir positif dapat menjadi racun. Sudah. Itu saja. 

*** 

BEGITULAH. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa nasihat positif suatu ketika dapat menjadi racun. Orang-orang sering menyebutnya toxic positivity. Ya, aku banyak menerima saran seperti itu belakangan ini. Apalagi harus meringkuk di ranjang lagi karena terkena tipes.

Psikologi positif berbeda dengan positivitas beracun. Yang pertama mengandung obat, yang kedua mengandung bisa. Yang pertama dapat menyembuhkan, yang kedua bisa mematikan. Yang pertama berlatar keilmuan, yang kedua berdasarkan kesoktahuan.

Benar, dorongan agar terus berpikir positif memang diperlukan, tetapi perhatikan kondisi hati orang yang akan dinasihati. Jangan sampai saran untuk mengambil sisi positif dari suatu kejadian justru menambah-nambah derita. Semacam menyiram luka dengan cuka.

Kamu jangan begitu, ya. Aku suka gayamu seperti ini: mendengarkan sebelum menyarankan, menyimak sebelum menasihati. 

Tetaplah seperti itu, Diari.

Pemuja Rindu, 10 Februari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun