Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Partai Demokrat Harus Aman, Andi Arief Cari Musuh

6 Februari 2021   05:05 Diperbarui: 6 Februari 2021   05:44 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andi Arief (Foto: Kompas.com/Kristian Erdianto)

Ketika musibah terjadi di beberapa daerah, ketika pandemi korona belum juga bertemu akhir, ketika warga sibuk mencari jalan untuk menyelamatkan hidupnya, rakyat kembali disuguhi rupa-rupa persoalan elite bangsa yang sebenarnya tidak runyam--tetapi dirunyam-runyamkan.

Tidak henti-hentinya kaum elite menabuh gendang tikai. Gaduh tak henti-henti disulut, seakan-akan hidup segelintir elite akan kering kerontang jika berhenti menyulut gaduh. Negara tengah dirundung duka, kaum elite menjauh dari makna “rukun” atau “rujuk”.

Tepat sehari setelah jawaban nyelekit dari pihak Istana Negara, elite Partai Demokrat berusaha mati-matian menyelamatkan partai yang mendadak sedikit oleng karena badai ledekan. Suka tidak suka, segala daya harus dikerahkan. Salah satu daya itu adalah Andi Arief.

Andi Arief memang sepertinya diplot sebagai “pelempar bom” di kubu Partai Demokrat. Tatkala Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono menekankan asas praduga tak bersalah, Andi Arief maju paling depan dan terang-terangan membongkar aktor-aktor yang diduga merancang kudeta di partai biru.

Tidak heran jika Partai Demokrat mendulang olok-olok. Titah kumendan partai teramat sangat bertolak belakang dengan tindakan anggota pasukan di garda terdepan. Bantahan berdatangan dari dalam tubuh Demokrat sendiri. Mantan petinggi yang dituduh sebagai perencana kudeta kontan mengajukan sanggahan.

Namun, tampaknya tugas utama Andi Arief adalah menjaga agar kompor tetap menyala. Tiap nyala api meredup, ia mesti bergegas. Kalau tidak, isu yang sudah terangkat ke permukaan akan tenggelam tak terselamatkan. Sepak terjang Andi Arief memang patut mendapat apresiasi dari para petinggi Demokrat.

Kehadiran Andi Arief seperti gelandang serang dalam satu kesebelasan. Tidak hanya menjadi benteng pertama untuk menghalau serangan dari luar, tetapi juga sebagai centeng perdana yang bertugas mengatur serangan kepada lawan.

Daya kreasi Andi Arief dalam meracik serangan balasan memang tokcer. Ketika banyak pihak di kubu Demokrat terlihat agak kendor karena sontekan Pratikno, bahkan terkesan pertahanan ditata secara sporadis, Andi Arief tampil ke depan. Ia mainkan "jempolnya".

Dengan lincah ia merancang serangan balik mematikan. Lewat sebuah cuitan di Twitter (Jumat, 5/2/2021), ia menggiring isu agar kembali menerjang lawan. Hanya lewat seruntun gocekan, ia membangun serangan untuk dua pihak: eksternal dan internal partai.

“KSP Moeldoko sudah ditegur Pak Jokowi. Mudah-mudahan tidak mengulangi perbuatan tercela terhadap Partai Demokrat.”

Itulah serangan pertama. Sasarannya, pihak eksternal yang ia tuding sebagai perancang kudeta di tubuh Demokrat. Target langsung, Moeldoko selaku tertuduh perancang kudeta. Target taklangsung, Presiden Jokowi selaku terduga pemberi restu. 

Andi Arief seperti hendak sekali merengkuh dayung dua-tiga pulau terlewati, tetapi melupakan potensi sekali merengkuh dayung dua-tiga hari capeknya tidak hilang-hilang.

Ada dua hal pokok dari serangan balasan Andi Arief, yakni memastikan bahwa Moeldoko sudah ditegur oleh Pak Jokowi dan menegaskan agar Moeldoko tidak lagi mengobok-obok kursi ketua umum. 

Jangan pandang enteng tonjokannya, sebab ia seperti menunjukkan bahwa ada “orang dalam” di istana yang berbisik kepadanya, “Rief, Pak Moel sudah ditegur.” Kira-kira begitu. Boleh jadi pernyataan "sudah ditegur" ia susun sendiri, lontar sendiri, yang penting menyedot perhatian publik. 

Serangan balasan yang mematikan, sebab jelas-jelas menggiring Moeldoko sebagai terdakwa. Tidak peduli asas praduga tak bersalah, ia menggunakan klausa yang kuat, yakni “tidak mengulangi perbuatan tercela”.

“Buat beberapa senior partai yang kecewa dan kurang legowo dipimpin generasi muda (AHY), kami maklumi. Itu sisa-sisa feodalisme, tugas partai untuk mendidik.”

Itulah serangan kedua. Kali ini ia menyasar pihak internal partai yang dituduh merencanakan kudeta, baik sosok yang masih berada di lingkar dalam maupun di lingkar luar partai. Ia pilih diksi yang spesifik, yakni “senior yang kecewa karena dipimpin oleh figur muda”.

Anehnya, ia tidak terang-terangan menyebut siapa nama senior yang ia maksud. Bukan karena peragu, bukan. Ia tengah menjaga soliditas internal partai. Sekali ia sebut nama, tidak menutup kemungkinan pengurus aktif yang masih memiliki “ikatan emosional dengan tokoh senior tertuduh” bimbang hati atau malah menikam dari dalam.

Sayang sekali, Andi Arief menggunakan pernyataan yang kurang tepat, yakni “sisa-sisa feodalisme”. Ia sepertinya abai pada makna kata feodalisme. Jika yang ia maksud dengan feodalisme adalah para senior selalu benar dan kalau salah kembali pada selalu benar, ia agak keliru.

Bisa jadi pula, Andi Arief tidak sedang melakukan manuver ala pelatih sepakbola, tetapi versi pecatur yang sudah memikirkan tujuh-delapan langkah ke depan. Sayangnya, karena berpikir terlalu jauh ke depan, ia lupa ancaman badai--yang dicari-cari sendiri--sudah di depan mata.

Seharusnya Partai Demokrat mencari aman, sekarang terpaksa menyusun strategi baru karena gocekan Andi Arief terlalu liar. Atau, jangan-jangan seperti dugaan receh saya di atas, ia memang diplot untuk menjaga agar "bola isu" tetap menggelinding liar.

Tabik, Khrisna Pabichara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun