Ada dua hal pokok dari serangan balasan Andi Arief, yakni memastikan bahwa Moeldoko sudah ditegur oleh Pak Jokowi dan menegaskan agar Moeldoko tidak lagi mengobok-obok kursi ketua umum.
Jangan pandang enteng tonjokannya, sebab ia seperti menunjukkan bahwa ada “orang dalam” di istana yang berbisik kepadanya, “Rief, Pak Moel sudah ditegur.” Kira-kira begitu. Boleh jadi pernyataan "sudah ditegur" ia susun sendiri, lontar sendiri, yang penting menyedot perhatian publik.
Serangan balasan yang mematikan, sebab jelas-jelas menggiring Moeldoko sebagai terdakwa. Tidak peduli asas praduga tak bersalah, ia menggunakan klausa yang kuat, yakni “tidak mengulangi perbuatan tercela”.
“Buat beberapa senior partai yang kecewa dan kurang legowo dipimpin generasi muda (AHY), kami maklumi. Itu sisa-sisa feodalisme, tugas partai untuk mendidik.”
Itulah serangan kedua. Kali ini ia menyasar pihak internal partai yang dituduh merencanakan kudeta, baik sosok yang masih berada di lingkar dalam maupun di lingkar luar partai. Ia pilih diksi yang spesifik, yakni “senior yang kecewa karena dipimpin oleh figur muda”.
Anehnya, ia tidak terang-terangan menyebut siapa nama senior yang ia maksud. Bukan karena peragu, bukan. Ia tengah menjaga soliditas internal partai. Sekali ia sebut nama, tidak menutup kemungkinan pengurus aktif yang masih memiliki “ikatan emosional dengan tokoh senior tertuduh” bimbang hati atau malah menikam dari dalam.
Sayang sekali, Andi Arief menggunakan pernyataan yang kurang tepat, yakni “sisa-sisa feodalisme”. Ia sepertinya abai pada makna kata feodalisme. Jika yang ia maksud dengan feodalisme adalah para senior selalu benar dan kalau salah kembali pada selalu benar, ia agak keliru.
Bisa jadi pula, Andi Arief tidak sedang melakukan manuver ala pelatih sepakbola, tetapi versi pecatur yang sudah memikirkan tujuh-delapan langkah ke depan. Sayangnya, karena berpikir terlalu jauh ke depan, ia lupa ancaman badai--yang dicari-cari sendiri--sudah di depan mata.
Seharusnya Partai Demokrat mencari aman, sekarang terpaksa menyusun strategi baru karena gocekan Andi Arief terlalu liar. Atau, jangan-jangan seperti dugaan receh saya di atas, ia memang diplot untuk menjaga agar "bola isu" tetap menggelinding liar.
Tabik, Khrisna Pabichara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H