Ketika musibah terjadi di beberapa daerah, ketika pandemi korona belum juga bertemu akhir, ketika warga sibuk mencari jalan untuk menyelamatkan hidupnya, rakyat kembali disuguhi rupa-rupa persoalan elite bangsa yang sebenarnya tidak runyam--tetapi dirunyam-runyamkan.
Tidak henti-hentinya kaum elite menabuh gendang tikai. Gaduh tak henti-henti disulut, seakan-akan hidup segelintir elite akan kering kerontang jika berhenti menyulut gaduh. Negara tengah dirundung duka, kaum elite menjauh dari makna “rukun” atau “rujuk”.
Tepat sehari setelah jawaban nyelekit dari pihak Istana Negara, elite Partai Demokrat berusaha mati-matian menyelamatkan partai yang mendadak sedikit oleng karena badai ledekan. Suka tidak suka, segala daya harus dikerahkan. Salah satu daya itu adalah Andi Arief.
Andi Arief memang sepertinya diplot sebagai “pelempar bom” di kubu Partai Demokrat. Tatkala Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono menekankan asas praduga tak bersalah, Andi Arief maju paling depan dan terang-terangan membongkar aktor-aktor yang diduga merancang kudeta di partai biru.
Tidak heran jika Partai Demokrat mendulang olok-olok. Titah kumendan partai teramat sangat bertolak belakang dengan tindakan anggota pasukan di garda terdepan. Bantahan berdatangan dari dalam tubuh Demokrat sendiri. Mantan petinggi yang dituduh sebagai perencana kudeta kontan mengajukan sanggahan.
Namun, tampaknya tugas utama Andi Arief adalah menjaga agar kompor tetap menyala. Tiap nyala api meredup, ia mesti bergegas. Kalau tidak, isu yang sudah terangkat ke permukaan akan tenggelam tak terselamatkan. Sepak terjang Andi Arief memang patut mendapat apresiasi dari para petinggi Demokrat.
Kehadiran Andi Arief seperti gelandang serang dalam satu kesebelasan. Tidak hanya menjadi benteng pertama untuk menghalau serangan dari luar, tetapi juga sebagai centeng perdana yang bertugas mengatur serangan kepada lawan.
Daya kreasi Andi Arief dalam meracik serangan balasan memang tokcer. Ketika banyak pihak di kubu Demokrat terlihat agak kendor karena sontekan Pratikno, bahkan terkesan pertahanan ditata secara sporadis, Andi Arief tampil ke depan. Ia mainkan "jempolnya".
Dengan lincah ia merancang serangan balik mematikan. Lewat sebuah cuitan di Twitter (Jumat, 5/2/2021), ia menggiring isu agar kembali menerjang lawan. Hanya lewat seruntun gocekan, ia membangun serangan untuk dua pihak: eksternal dan internal partai.
“KSP Moeldoko sudah ditegur Pak Jokowi. Mudah-mudahan tidak mengulangi perbuatan tercela terhadap Partai Demokrat.”
Itulah serangan pertama. Sasarannya, pihak eksternal yang ia tuding sebagai perancang kudeta di tubuh Demokrat. Target langsung, Moeldoko selaku tertuduh perancang kudeta. Target taklangsung, Presiden Jokowi selaku terduga pemberi restu.
Andi Arief seperti hendak sekali merengkuh dayung dua-tiga pulau terlewati, tetapi melupakan potensi sekali merengkuh dayung dua-tiga hari capeknya tidak hilang-hilang.