Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dari Rachel Vennya Warganet Belajar

3 Februari 2021   17:17 Diperbarui: 3 Februari 2021   20:08 1382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rachel Vennya (Foto: Instagram @rachelvennya via Kompas.com)

SEMUA orang adalah guru dan alam raya sekolah kita. Jargon itu melekat erat semenjak saya remaja. Melekat erat di batok kepala, sungguhpun tidak pakai lem. Melekat kuat di bilik ingatan, sekalipun tidak pakai perekat.

Naga-naganya jargon itu masih tertanam di benak warganet. Dua hari belakangan, topik yang tengah hangat dimamah warganet adalah pemelajaran taklangsung dari seorang selegram ternama, Rachel Vennya.

Tanpa pengerahan pemelajar (murid) secara terstruktur dan teroganisasi, warganet berduyun-duyun masuk kelas virtual. Tidak ada kurikulum, tidak jelas jam belajar, tidak terang belajar apa. Hanya mengamati dari jauh dan warganet kontan tercerahkan. Mulai heran, kan? Tidak ada guru, tidak ada materi, tetapi peserta didik (baca: netizen) mendapat banyak pelajaran berharga.

Hal itu membuktikan bahwa sebenarnya netizen di Indonesia mudah dalam mempelajari sesuatu. Serius!

***

BARANGKALI ada tetangga yang tiap hari “membanting tulang” demi biaya sekolah anaknya, lalu kita abai belajar darinya soal cara berjuang tanpa keluh. Mungkin ada tetangga yang miskin papa, tetapi rajin membantu sesama, dan kita luput belajar darinya soal cara membantu sepenuh hati.

Barangkali ada guru bantu di sekolah dekat rumah kita dengan honor yang tidak cukup untuk bea hidup sebulan, tetapi beliau tetap rajin mengajar tanpa kenal lelah, dan kita abai belajar dari beliau soal cara memberi tanpa kilah.

Giliran badai menerpa biduk rumah tangga Rachel, warganet mendadak jadi insan pemelajar. Cerdas-cerdas pula. Tugas analisis terkumpul tidak seberapa lama. Semua bisa mempelajari hikmah di balik pengalaman hidup Rachel. Seakan-akan selama ini mereka tidak pernah melihat perkara serupa terjadi di sekitarnya.

Tidak ada yang keliru. Memetik pelajaran berharga dari pengalaman orang lain itu sah, asal hikmah yang kita petik tidak dilabeli asumsi koplak. Sebab, entah sengaja entah tidak, ada warganet yang tiba-tiba merasa berhak menjadi hakim atas garis hidup orang lain.

Heran saja. Soalnya, warganet tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, mengapa sesuatu terjadi, dan bagaimana sesuatu terjadi, tetapi langsung mampu menarik simpulan. Ikut merasa heran, kan? 

Mari kita sigi tiga poin yang dipelajari oleh warganet.

  • Dari Rachel Vennya aku belajar bahwa tidak selamanya hidup sesuai dengan yang kita mau. Pasti akan ada saatnya dunia begitu kejam kepada kita.
  • Dari Rachel Vennya aku belajar bahwa lelaki bengal sebelum menikah belum tentu berubah setelah menikah. Laki-laki di mana-mana sama.
  • Dari Rachel Vennya aku belajar tiga hal: pacaran lama tidak menjamin apa-apa, cewek cantik, mandiri, dan punya uang banyak tidak menjamin apa-apa, dan mencoba menjadi yang lebih baik juga tidak menjamin apa-apa.

Benar, hidup tak selamanya berjalan seperti yang kita inginkan. Itu benar. Namun, apakah dunia bisa kejam kepada kita? Kenapa dunia yang kita persalahkan? Hehehe. Benar, mengubah watak tidak semudah mengubah wajah. Itu benar.

Akan tetapi, menyamaratakan semua lelaki takmampu mengubah watak jelas kurang tepat. Yang dulu bandel bisa menjadi baik (lalu bandel lagi?). Hahaha. Kasihan Basofi Sudirman (yang tahu, ketahuan usianya), nanti beliau sedih lirik lagunya kita tampik.

Dahsyatnya, warganet bisa belajar dengan lancar dan mudah hanya dalam satu contoh kasus. Saat dituntut dosen menyerahkan makalah, selalu saja mangkir. Itu baru makalah. Giliran bikin skripsi, pelajaran Bahasa Indonesia lupa semua. Tak heran jika coretan dospem tampak di sana sini.

Makin heran, kan? Hahaha.

***

SAYA bersyukur melihat betapa cekatan warganet dalam mempelajari sesuatu. Padahal kalau kita pikir-pikir, proses dan cara mempelajari sesuatu dari Rachel tidak berlangsung lama. Hanya saat publik tahu bahwa Rachel mengajukan gugatan cerai kepada suaminya.

Proses dan cara mempelajari sesuatu, dalam bahasa Indonesia, disebut pemelajaran. Berbeda erti dengan pembelajaran. Pihak yang menjalani pemelajaran adalah murid, sedangkan pihak yang menjalankan pembelajaran adalah guru. Sederhananya begitu.

Apakah model pemelajaran yang dijalani oleh warganet? Boleh jadi pemelajaran semerta, yakni kesadaran yang muncul tiba-tiba tatkala berhadapan dengan masalah. Jika itu diterapkan dalam kehidupan berbangsa, kelar semua masalah negara.

Mungkin juga pemelajaran observasionalyakni proses belajar dan mempelajari cukup dengan mengamati dari dekat atau jauh. Satu hal yang pasti, tampaknya bukan pemelajaran inkremetal, sebab proses belajar tidak dilakukan dengan langkah-langkah yang terencana, tersusun, dan teratur.

Andai warganet bisa mengalihkan pola mempelajari Rachel pada objek belajar lain, tujuan pendirian negara dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa akan cepat terpenuhi. Jadilah: dari Rachel Vennya aku belajar ini, dari Harun Masiku aku belajar itu, dari dana bansos aku belajar anu.

Dari Khrisna? Oh, ada. Dari Khrisna aku belajar menulis diari. Asyik!

Tabik, Khrisna Pabichara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun