WOY, Daeng, judul tulisanmu kok begitu amat. Kamu sudah lupa taktik menata judul, Khrisna? Selama ini, Gunting Kuku Tumpul, kamu yang menganjurkan wartawan agar membuat judul berita yang elok, mudah dimengerti, dan mencerminkan isi berita. Ubah itu judul artikelmu, Daeng. Huh, dasar Gunting Rompal!
Begitulah kira-kira cara saya memaki diri sendiri andaikata saya yang menulis judul berita persis judul artikel ini. Tahu rasanya memakai gunting kuku tumpul, kan? Menyebalkan. Sama seperti membaca judul artikel ini. Tahu rasanya menggunakan gunting rompal, kan? Mengesalkan.
Itulah sebabnya mengapa saya meledek diri sendiri seandainya saya yang bikin berita, di media daring, dengan pola seperti di atas. Habis nama perkakas saya bawa-bawa. Kadang-kadang nama kue, semau hati saja. Padahal bukan saya yang menulis judul seperti itu. Sumpah, bukan saya.
Eh, Nasi Basi, baca sendiri judul artikel bahasamu. Belalakkan matamu. Baca baik-baik. Tidak usah mengelak. Mencari sebab serta mencari alasan hanya ada dalam lirik lagu milik grup band dari negara tetangga. Edit, buru!
Puas. Puas. Ya, saya puas mengejek diri sendiri.
***
SABAR, pemirsa. Eh, pembaca. Semua berawal dari kiriman pesan Om Sigit. Beliau menanyakan satu perkara yang bikin saya terkakak-kakak. Begini bunyi pesannya.
Izin, Bang. Kayaknya ada yang aneh dari judul berita ini. Dihina Gorila, Pigai Seret Nama Abu Janda dan Denny Siregar.
Saya sontak tergelekek. Terbahak-bahak. Coba bayangkan apa yang janggal. Kita sibak bersama. Pertama, dihina Gorila. Siapa yang dihina? Natalius Pigai. Itu yang membuat saya kontan terpingkal-pingkal. Bagaimana bisa gorila menghina Pigai? Bukan hanya itu. Bagaimana caranya si gorila menghina sampai Pigai merasa terhina? Ayo, pikirkan!
Kedua, Pigai seret nama Abu Janda dan Denny Siregar. Loh, ini salah alamat. Seperti telepon larut malam dari si salah sambung. Yang menghina gorila, kenapa nama Abu Janda dan Denny Siregar yang diseret-seret. Jaka Sembung bawa goblok, tidak nyambung golok!
Timbul pertanyaan. Apakah wartawan yang menjuduli beritanya seperti tidak pernah ikut kelas jurnalistik? Jangan-jangan bolos atau molor tiap pelajaran Bahasa Indonesia saat masih SMP. Aih, amit-amit tua keladi!
***
USUT punya usut, ternyata banyak berita yang berjudul seperti itu. Om Sigit cuma mengirim tiga tautan. Setelah saya sungkem kepada Kakek Gugel, ternyata belasan. Mungkin mereka satu komploton., satu geng. Sama-sama gerombolan pewarta yang suka asal-asalan menjuduli berita. Ah, sudahlah.
Supaya kalian tidak berprasangka buruk, mengira saya mengada-ada, atau menyangka saya bikin-bikin sendiri supaya ada bahan artikel kebahasaan, berikut saya sertakan judul dan tautan beritanya.
- Dihina Gorila, Pigai Seret Nama Abu Janda dan Denny Siregar (viva.co.id, dimuat pada Jumat, 29 Januari 2021, pukul 12:39 WIB).
- Dihina Gorila, Pigai Seret Nama Abu Janda dan Denny Siregar (epicentrum.co.id, dimuat pada Jumat, 29 Januari 2021).
- Dihina oleh Gorila, Pigai Menyeret Nama Abu Janda dan Denny Siregar (netral.news, dimuat pada Kamis, 28 Januari 2021, pukul 17:39 WIB).
Tiga berita di atas seperti pasukan baris-berbaris. Kompak. Seragam. Rampak. Namun, tidak bisa disebut rancak. Saya ulang lagi alasan mengapa judul di atas salah, yakni (1) bukan gorila yang menghina Pigai, dan (2) katanya gorila yang menghina, kenapa bisa nama orang lain yang diseret.
Sekarang lihat judul berita di bawah ini.
- Dihina Gorilla, Natalius Pigai: Rasis, Menteri Jokowi Tak Ada dari Papua (sumselupdate.com, dimuat pada Senin, 25 Januari 2021)
Judul berita di atas ternyata ada juga di portal lain. Isinya beda-beda tipis. Silakan lihat di banten.suara.com, keprionline.co.id, dan channelbatam.co.id. Kompak sekali empat portal itu.
Apa masalahnya? Bukankah sudah tidak menyeret nama Abu Janda dan Denny Siregar? Pembuka judul masih sama, tetapi berita ini agak berbeda. Tepatnya, ada kesalahan baru. Menteri Jokowi. Pak Jokowi itu presiden, Bro. Sejak kapan Pak Joko Widodo menjadi menteri?
Kalau mau menteri, ada Menteri Luhut. Jadi menteri apa saja beliau bisa, kok. Menteri kelautan bisa, menteri kedaratan bisa. Maaf, Pak Luhut, saya bercanda. Mohon jangan dituntut atau dipolisikan, Pak. Aih, terima kasih atas pengertian Pak Luhut.
Kelar? Belum. Jangan kabur dulu, Kawan. Baca lagi judul berita di bawah ini.
- Pigai Dihina Gorila, LPSK: Jangan Terluang Seperti Kasus Asrama Surabaya (suara.com, dimuat pada Kamis, 28 Januari 2021, pukul 14:26 WIB)
Judul di atas langsung memastikan bahwa Pigai benar-benar dihina oleh gorila. Saking fatalnya dampak penghinaan itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban harus turun tangan. Tunggu dulu, di situlah masalahnya. Itu lembaga. Mana bisa lembaga memberikan pernyataan!
Mestinya sebut siapa dari LPSK yang menjadi narasumber berita. Misalnya, Wakil Ketua LPSK.
Sesudah itu, ada kata terluang. Tahu atau tidak, sih, arti kata terluang? Kalau berkaitan dengan tempat, terluang berarti terbuka. Jika berhubungan dengan jabatan, terluang berarti lowong. Jika menyangkut waktu, terluang berarti senggang. Jadi, pilih makna terluang yang mana?
***
SEBENARNYA masih banyak judul serupa, tetapi jadwal siar saya sudah mepet. Kita bisa bertemu besok malam pada pukul dan gelombang yang sama.
Tunggu sebentar, Sobat, ada telepon dari pendengar. Mungkin penggemar. Saya angkat dulu, ya. “Mohon izin bertanya, Bapak Tumis Kangkung Bulukan, bagaimana cara menyunting judul-judul artikel di atas supaya tepat makna?”
Wah, sebuah pertanyaan yang menarik. Sayang sekali, Sobat, saya mesti undur diri dari telinga tipis Anda. Ups!
Tabik, Khrisna Pabichara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H