Yang mulia Bapak Bakri.
Dengan takzim saya agihkan surat cinta kepada Pak Bakri. Sebelumnya mohon maaf setulus hati jika kedatangan surat ini mengusik damai hati, mengganggu aktivitas sehari-hari, atau menyulut rasa takenak dan taknyaman di hati Bapak.
Saya yakin, Bapak tidak mengenal saya. Tidak apa-apa. Saya juga baru saja mengenal Bapak. Itu juga karena cuitan warganet di Negeri Twitter. Ada yang aneh, Bapak? Ya, maaf, baru kenal sudah mengirim surat. Itulah kekuatan cinta. Tanpa cinta, surat ini tidak akan pernah ada.
Selaku anggota Komisi V DPR RI, saya paham bahwa Bapak punya "kuasa kata" dan "kuasa bahasa" untuk menyambung lidah rakyat. Saya juga paham bahwa suara Bapak dilindungi oleh undang-undang. Namun, sudilah Bapak menyimak suara hati hamba sahaya ini.
Maka dari itu, izinkan saya bentang alasan mengapa surat ini mesti saya anggit. Saya yakin, Bapak sudah tahu alasan saya. Hanya saja, perlu saya pertegas di sini, saya sebatas ingin urun saran soal pernyataan Bapak. Mohon maaf, ya, Pak. Mari kita bertukar kata dengan kepala dingin.
Saya, mungkin juga yang lain, justru iba hati kepada Bapak. Betapa tidak, pernyataan Bapak merendahkan martabat Bapak sendiri. Itulah sebabnya ada petuah "mulutmu harimaumu". Saya sampat terkaget-kaget membaca pernyataan Bapak di Detik.com.
"Saya kemarin diajak teman-teman Komisi V kunjungan ke NTT. Tidak ada yang istimewa di sana, Bu, paling yang istimewa itu komodonya saja. Lihat pantai, lihat apa, di tempat saya di Jambi, Bu, banyak pantai begitu."
Bukankah demikian pernyataan Bapak?Â
Lagi-lagi saya mesti meminta maaf. Selaku anggota parlemen, komentar Bapak harus berkualitas dan keren. Kenapa? Karena kata-kata yang Bapak lontarkan berdampak bagi khalayak, baik dampak anggaran maupun kebijakan. Berbeda dengan ocehan pecatur amatir di warkop depan rumah saya. Tidak memengaruhi kebijakan negara, apalagi anggaran.
Saya percaya, Bapak sudah melakukan kunjungan kerja bersama kolega di Komisi V. Namun, dengan waktu kunjungan yang terbatas (plus kongko dan rebahan di hotel), pasti masih banyak tempat yang belum Bapak datangi. Warganet sudah menyorongkan banyak contoh, Pak.
Saya juga tahu bahwa Bapak sudah meminta maaf. Bapak juga sudah mengakui, tidak tebersit secuil pun niat buat meremehkan atau merendahkan masyarakat NTT. Harap maklum juga jika banyak orang yang tertawa miris karena pernyataan Bapak yang jauh dari kenyataan. Rakyat Indonesia memang sedang butuh hal-hal yang lucu.