Sebagaimana netizen yang budiman, pihak yang berseberangan dengan Risma tentu saja berhak berkomentar. Soal disebut nyinyir atau kritik, itu tergantung pada sudut pandang saja. Malahan saya mengira itu sanjungan buat Bu Menteri. Hanya saja, cara penyampaiannya berbeda.
Layak diingat bahwa Risma memang menggemaskan. Sepak terjangnya dikejar oleh para pewarta. Mungkin saja beliau tidak sedang mencari borok pemerintahan Anies di DKI Jakarta. Mungkin, ya. Faktanya, perkara gelandangan ada di mana-mana. Bukan hanya di Jakarta.
Hidayat memberikan masukan yang penting dicamkan dan diperhatikan oleh Ibu Mensos. Ya, menteri itu pembantu. Tepatnya, pembantu presiden. Adapun presiden adalah pelayan. Tepatnya, pelayan masyarakat. Maka dari itu, seorang menteri tidak perlu tergopoh-gopoh memasak nasi atau membagikan nasi bungkus. Begitu saran Pak Hidayat.
Fahri juga menyanjung Risma. Doi memastikan bahwa pangkat dan jabatan Risma bukan lagi wali kota yang bekerja untuk satu kota saja, melainkan mesti bekerja untuk seluruh wilayah di negara tercinta ini. Itu saran yang sangat brilian. Dari saran itu, Risma bisa menata kebijakan dan bikin program yang jelas.
Adapun soal kocar-kacir di daerah gempa, warganet penggemar Risma tidak perlu belingsatan mendengar komentar Roy. Santai saja. Barangkali Pak Roy punya pengalaman mitigasi yang lebih baik sehingga beliau merasa sirik melihat rombongan Risma berupaya menyelamatkan diri. Itu juga berlaku bagi wartawan. Saran Roy patut diperhitungkan. Hiks.
Bagaimana dengan respons Anies terkait gelandangan dan pengemis? Biasa saja. Memang sudah tugas beliau sebagai Gubernur Jakarta untuk memastikan tidak ada warga yang luput dari catatan sipil, data penduduk, dan pembinaan untuk mengembangkan kemampuan dan kecakapan.
Adapun Risma selaku menteri baru di kursi yang basah dan rentan, memang wajib mencari data, mengolah konsep, dan merancang kerja cerdas selaku menteri. Kurang-kurangi pelesiran di kota Jakarta untuk menemui anak dan orang telantar. Biarkan itu menjadi wilayah amanat Anies dan jajaran di Jakarta.
Soal bagi-bagi nasi bungkus juga bisalah sekali itu saja. Cukup membantu di dapur, menemani ibu-ibu bekerja, memberikan dukungan moral, dan memastikan pasukan bagi-bagi nasi bekerja dengan baik. Jadi, tidak menghilangkan karakter kepemimpinan beliau sekaligus menyenagkan hati Pak Hidayat. Membahagiakan orang itu mulia, Bu Risma.
Saran-saran itu memang patut diperhatikan, tetapi ada saran yang justru perlu diperhatikan oleh Risma. Saran itu berasal dari anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Benny K. Herman. Saran beliau tidak main-main. Jika Risma abai, citra beliau dan Presiden Jokowi bisa ambyar. Ayo kita simak saran Benny pada gambar berikut.
Benny juga mengingatkan soal protes menurunkan pemimpin yang, antara lain, karena pusaran korupsi sekitar istana. Itu bukan perkara enteng. Jauh lebih berat dibanding memikul kayu, meski itu foto lawas. Jauh lebih ruwet dibanding membagikan nasi bungkus. Perbaiki dan perjelas data, begitu pinta Waketum Partai Demokrat.