Belum seberapa lama duduk di kursi Menteri Sosial, Risma sudah menuai caci dan puji. Namun, beliau seperti tidak peduli. Tanpa basa-basi, mantan Wali Kota Surabaya itu sudah wira-wiri ke sana sini. Mula-mula di Jakarta, lalu ke beberapa daerah di Nusantara.
Bu Mensos “takada matinya”. Hari pertama bekerja (Senin, 28/12/2022), dilansir oleh Kompas.com, sudah pelesiran di bantaran Kali Ciliwung di belakang kantornya. Sepasang pemulung menjadi teman bincang. Santai sekali. Laksana tanpa jarak. Bagai ingin menegaskan kebiasaan beliau semasa di Surabaya, dekat benar dengan rakyat.
Sepekan kemudian, Senin (24/1/2021), Risma kembali beraksi. Kali ini blusukan di kawasan elite Jakarta, tepatnya di kawasan Jalan Thamrin dan Sudirman. Sepanjang menyusuri jalan protokol itu, beliau menemui beberapa orang gelandangan dan pengemis. Perbincangan hangat pun diakhiri janji akan mencari balai agar gelandangan tidak tidur di kolong langit lagi.
Suasana berbeda terjadi saat Risma meninjau lokasi gempa di Kabupaten Mamuju, Sulbar. Kader PDI Perjuangan yang santer dikabarkan akan dicalonkan pada Pilgub DKI Jakarta itu terlihat lari terbirit-birit karena guncangan gempa. Jumat, 15 Januari 2021, rombongan Mensos Risma kocar-kacir ketakutan.
Bahkan sempat gencar terdengar kabar kompatriot Pak Jokowi di Partai Moncong Putih itu ikut memanggul kayu di lokasi bencana. Usut punya usut, ternyata foto yang beredar di media sosial bukanlah foto yang dijepret di Mamuju, melainkan potret lawas yang diunggah di Kaskus pada 16 September 2014. Berita soal foto lawas itu tayang di Republika.co.id.
Tiga hari (Senin, 18/1/2021) setelah peristiwa Mamuju, Risma sudah berada di posko penanganan banjir di Jember, Jawa Timur. Beliau terjun langsung memantau persiapan Taruna Siaga Bencana atau Tagana. Tidak tanggung-tanggung, beliau turut menggoreng tahu, menanak nasi, dan ikut membagi-bagikan nasi bungkus.
Adalah politikus senior PKS, Hidayat Nur Wahid, yang tiada henti mengingatkan Risma agar tidak bekerja asal-asalan. Seorang menteri di mata Hidayat punya tugas pokok dan fungsi yang bukan sekadar memasak nasi, menggoreng tahu, atau membagikan nasi bungkus.
Mantan politikus PKS Fahri Hamzah tidak mau ketinggalan kereta. “Menteri tidak dipilih, tapi ditunjuk. Kerja sektoral saja dan di seluruh negeri. Wali kota dipilih, nonsektoral, tapi terbatas kota,” papar Waketum Partai Gelora itu.
Sehubungan dengan peristiwa staf yang kocar-kacir karena gempa, politikus Partai Demokrat Roy Suryo urun komentar. Mantan menteri era SBY itu menanggapi kabar yang disampaikan para pewarta. Beliau kasihan kepada Risma karena wartawan justru mengabarkan orang-orang yang lari tunggang langgang.
Terkait gepeng di kawasan Thamrin-Sudirman, Gubernur Jakarta seperti tersulut korek api. Beliau perintahkan Dinas Sosial untuk mencari dan mendata gelandangan dan pengemis yang ditemui oleh Risma. Bukan karena Risma mungkin menjadi rival di pilgub, melainkan untuk membawa para gelandangan dan pengemis itu ke panti untuk dibina dan dilatih.
Sebagaimana netizen yang budiman, pihak yang berseberangan dengan Risma tentu saja berhak berkomentar. Soal disebut nyinyir atau kritik, itu tergantung pada sudut pandang saja. Malahan saya mengira itu sanjungan buat Bu Menteri. Hanya saja, cara penyampaiannya berbeda.
Layak diingat bahwa Risma memang menggemaskan. Sepak terjangnya dikejar oleh para pewarta. Mungkin saja beliau tidak sedang mencari borok pemerintahan Anies di DKI Jakarta. Mungkin, ya. Faktanya, perkara gelandangan ada di mana-mana. Bukan hanya di Jakarta.
Hidayat memberikan masukan yang penting dicamkan dan diperhatikan oleh Ibu Mensos. Ya, menteri itu pembantu. Tepatnya, pembantu presiden. Adapun presiden adalah pelayan. Tepatnya, pelayan masyarakat. Maka dari itu, seorang menteri tidak perlu tergopoh-gopoh memasak nasi atau membagikan nasi bungkus. Begitu saran Pak Hidayat.
Fahri juga menyanjung Risma. Doi memastikan bahwa pangkat dan jabatan Risma bukan lagi wali kota yang bekerja untuk satu kota saja, melainkan mesti bekerja untuk seluruh wilayah di negara tercinta ini. Itu saran yang sangat brilian. Dari saran itu, Risma bisa menata kebijakan dan bikin program yang jelas.
Adapun soal kocar-kacir di daerah gempa, warganet penggemar Risma tidak perlu belingsatan mendengar komentar Roy. Santai saja. Barangkali Pak Roy punya pengalaman mitigasi yang lebih baik sehingga beliau merasa sirik melihat rombongan Risma berupaya menyelamatkan diri. Itu juga berlaku bagi wartawan. Saran Roy patut diperhitungkan. Hiks.
Bagaimana dengan respons Anies terkait gelandangan dan pengemis? Biasa saja. Memang sudah tugas beliau sebagai Gubernur Jakarta untuk memastikan tidak ada warga yang luput dari catatan sipil, data penduduk, dan pembinaan untuk mengembangkan kemampuan dan kecakapan.
Adapun Risma selaku menteri baru di kursi yang basah dan rentan, memang wajib mencari data, mengolah konsep, dan merancang kerja cerdas selaku menteri. Kurang-kurangi pelesiran di kota Jakarta untuk menemui anak dan orang telantar. Biarkan itu menjadi wilayah amanat Anies dan jajaran di Jakarta.
Soal bagi-bagi nasi bungkus juga bisalah sekali itu saja. Cukup membantu di dapur, menemani ibu-ibu bekerja, memberikan dukungan moral, dan memastikan pasukan bagi-bagi nasi bekerja dengan baik. Jadi, tidak menghilangkan karakter kepemimpinan beliau sekaligus menyenagkan hati Pak Hidayat. Membahagiakan orang itu mulia, Bu Risma.
Saran-saran itu memang patut diperhatikan, tetapi ada saran yang justru perlu diperhatikan oleh Risma. Saran itu berasal dari anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Benny K. Herman. Saran beliau tidak main-main. Jika Risma abai, citra beliau dan Presiden Jokowi bisa ambyar. Ayo kita simak saran Benny pada gambar berikut.
Benny juga mengingatkan soal protes menurunkan pemimpin yang, antara lain, karena pusaran korupsi sekitar istana. Itu bukan perkara enteng. Jauh lebih berat dibanding memikul kayu, meski itu foto lawas. Jauh lebih ruwet dibanding membagikan nasi bungkus. Perbaiki dan perjelas data, begitu pinta Waketum Partai Demokrat.
Blusukan tidaklah cukup untuk menghindari busukan. Bu Risma mesti lebih gesit. Banyak kerikil yang bakal dihadapi. Ada baiknya sanjungan dari oposisi dijadikan kaca spion agar Bu Risma lebih waspada. Soal nanti bakal maju atau tidak di pilgub, itu perkara belakangan.
Bagaimanapun, Indonesia bukan Surabaya.
Tabik, Khrisna Pabichara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H