SETIAP manusia punya harta karun di dalam batinnya, termasuk penulis. Ada orang yang mampu menemukan dan memanfaatkan harta karun itu, ada yang tidak. Penulis yang mampu menggali, melihat, menemukan, dan memanfaatkan harta karun itu dapat dengan mudah menampilkan "pemandangan batin" ke dalam tulisannya. Harta karun itu bernama intuisi.
Pada tulisan sebelumnya, Tiga Rahasia Cespleng Menggali Intuisi, saya sudah mengudar soal bagaimana cara kita agar dapat menggali intuisi--harta karun yang terpendam di dalam batin. Sekarang saya ingin berbagi cerita tentang bagaimana menampakkan semua yang ada di dalam batin kita. Saya menyebutnya "pemandangan batin".
Sejatinya, ini bukan perkara yang sulit. Kita hanya diminta tekun dan bersungguh-sungguh. Tekun berarti merelakan waktu untuk serius melatih dan mempermahir diri menulis, sedangkan bersungguh-sungguh berarti tidak setengah-setengah saat melatih dan mempermahir diri menulis.
Dua modalitas itu pasti kita miliki, persoalannya kita mau atau tidak. Itu saja. Kalau mau, silakan rampungkan artikel ini. Jika tidak, berhentilah pada paragraf ini.
***
PEMANDANGAN batin dalam diri setiap manusia sangatlah nyata dan berharga. Itu sebabnya saya sebut sebagai harta karun. Dalam menuangkan gagasan, penulis yang cakap punya kemampuan intuitif untuk mengungkapkan dan menggambarkan pemandangan batinnya lewat kata-kata.
Hal pertama yang mesti kita lakukan adalah mengubah paradigma menulis dari beban menjadi hobi. Beban menulis di Kompasiana, misalnya, mendapat label "pilihan", terpilih menjadi "artikel utama", berharap tulisan terbaca oleh khalayak luas, dan menangguk banyak pembaca. Itu beban.
Itu contoh belaka. Saya mengambil perumpaan tulisan di Kompasiana (dan Kompasianer selaku penulis), sebab artikel ini tayang di sebuah apartemen intelektualitas bernama Kompasiana. Itu saja. Tidak lebih, tidak kurang.
Sebelum, selama, dan setelah Anda menulis, buang jauh-jauh beban itu. Tarik napas, embuskan, dan biarkan rasa lega mengaliri dan memenuhi dada. Buang beban menulis itu dan ganti dengan hobi. Tanamkan di dalam hati Anda dua kalimat berikut.
Saya menulis karena ingin membahagiakan diri, bukan memburu label pilihan. Saya menulis karena ingin berbagi kepada sesama, bukan karena ingin tulisan saya menembus artikel utama.
Beban akan membuat pundak Anda berat, otak Anda penat, dan perasaan Anda seperti porter di pelabuhan yang memanggul beban di punggungnya. Dampaknya, Anda sulit berimprovisasi, mengumbar kreativitas, dan memainkan imajinasi. Akan berbeda jika Anda memandang tulis-menulis sebagai taman tempat hati bermain-main sepuasnya.
Sekarang, tanyakan ke dalam diri Anda. Apa beban yang memberati benak Anda setiap akan dan selama menulis? Catat di kepala, masukkan ke folder "tidak berguna" di bilik ingatan Anda, dan alam bawah sadar Anda akan menyimpannya sebagai "sampah".
***
PEMANDANGAN batin kita terdiri atas interior berupa apa yang kita suka atau tidak suka, apa yang kita ingin atau tidak ingin dimiliki, apa yang kita mau atau tidak mau dilakukan, serta apa yang kita anggap atau tidak anggap ideal.
Selain itu, pembandangan batin kita dihiasi eksterior berupa apa yang tidak kita sukai atau sukai dari perlakuan orang lain, apa yang tidak atau kita inginkan orang lain lakukan, serta apa yang tidak atau kita harapkan orang lain perbuat.