Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Doa Debu di Kover Buku

20 Januari 2021   20:59 Diperbarui: 20 Januari 2021   22:03 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

05.25 WIB

Aku ingin bercerita kepadamu, Diari. Semalam aku bertemu Debu yang menempel di sampul buku. Kautahu, aku paling gemas melihat sampul buku yang lusuh dan kusam. Apalagi berdebu. Namun, semalam tidak. Meski sangat mengganggu, aku tidak membuang debu itu.

Debu menatapku. Lekat sekali. Tatapannya lebih iba dibanding aku yang terpisah lama dari perempuan kecintaanku. Katanya, "Biarkan aku lebih lama di buku kesayanganmu. Bayangkan bagaimana rasanya kehadiran tak dikehendaki, keberadaan tak diinginkan, dan perasaan dimusuhi."

Jemariku terhuyung-huyung di atas sampul buku. Separuh mendesah, dengan dada sekarat disayat rindu, aku berkata, "Nasib kita sama, Debu!"

Mendadak aku merasa seperti debu dengan kehadiran tak dikehendaki, keberadaan tak diinginkan, dan perasaan dimusuhi. Tidak, tidak. Jangan hubungkan peresaan Debu dengan dia, Diari. Dia selalu menghendaki kehadiranku, menginginkan keberadaanku, dan tidak pernah memusuhiku.

Aku malah membayangkan, dia adalah buku yang rindu kudatangi, kusapa, dan kuhibur luka laranya.

***

07.18 WIB

Pada ruang-ruang kosong di rak buku ini, Diari, aku ingin memajang tiap-tiap buku tentang dia: kebiasaan sebelum tidur, senyum yang menjengkelkan, dan apa saja tempat kata bisa tumbuh.

Pada ruang-ruang kosong di buku ini, Diari, aku ingin sekali memajang tiap-tiap ruas rinduku: pertemuan rahasia, perjalanan senyap, dan sepasang lengannya yang memelukku dari belakang.

Hanya saja, Diari, ruang-ruang kosong di rak buku ini menolak diisi olehku. Dialah yang ditunggu oleh ruang-ruang kosong itu. Bukan hanya ruang kosong di rak buku, melainkan juga ruang kosong di dadaku. Namanya lakuna.

***

11.21 WIB

Aku merindukan pelukannya, Diari.

Apabila dia meminta harus ada kata di antara "aku" dan "merindukannya", Diari, aku tak akan menggunakan kata "pernah". Karena pernah ialah keterangan tentang sesuatu yang sudah berlalu, sementara ia masih dan akan terus kurindukan.

Selain itu, Diari, pernah adalah keterangan tentang sesuatu yang sudah tidak terjadi, sementara dia adalah sesuatu yang akan terus terjadi.

Aku juga tidak akan menaruh kata "sudah" di antara "aku" dan "merindukannya". Tidak. Tidak akan. Rinduku kepadanya adalah pekerjaan yang tidak selesai-selesai.

***

16.55 WIB

Kamu harus tahu hal ini, Diari. Tidak ada yang melebihi buku dalam menemani cemasku, tidak ada yang melebihi dia dalam menyembuhkan lukaku, tidak ada yang melebihi kami dalam mengabadikan cinta.

Dia adalah kamus bagi rinduku. Kamus penampung ribuan kata yang menyiratkan perasaan dan harapanku setiap berjauhan dengannya. Dia adalah kamus bagi cintaku. Kamus penampung ribuan kata yang menyuratkan kecemasan dan menyiratkan kegelisahanku setiap berjauhan dengannya.

Dia adalah kamus yang seluruh isinya hanya tentang rindu dan kami.

***

Aih, pipimu berair (Ilustrasi: cosmopolitan.com)
Aih, pipimu berair (Ilustrasi: cosmopolitan.com)
18.22 WIB

Aku cemburu, Diari. Aku cemburu kepada orang-orang yang teguh memeluk keyakinannya, kepada mereka yang setia berbagi harta dengan orang papa, kepada siapa saja yang rajin menebar kebaikan, kepada orang-orang yang gemar membantu sesama.

Pada cemburu, Diari, aku belajar menemukan makna arif.

Aku rindu, Diari. Rindu kepada orang-orang yang tidak mengusik kehidupan pribadi orang lain, yang tidak mengukur orang lain dengan ukurannya, yang tidak menilai orang lain dengan nilai-nilainya, yang tidak merasa lebih baik daripada orang lain.

Pada rindu, Diari, aku bisa mengenali hakikat menahan diri.

Aku cemburu kepadanya yang sangat tenang saat berpisah dan sangat kuat saat berdekatan. Aku rindu kepadanya yang selalu lembut dalam berkata dan tegas dalam bersikap.

Dari dirinya, Diari, aku tahu esensi disayangi.

***

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
20.44 WIB

Aku taktahu harus berbuat apa, Diari. Sungguh, aku taksanggup melihat dia bersedih atau apa saja yang mengeruhkan hatinya seharian ini.

Aku ingin mengajaknya keluar, ke tempat yang hanya ada kami dan Tuhan, biar dia leluasa menceritakan apa saja yang ingin ia ceritakan, dan berharap Tuhan memberi lebih banyak waktu bagi kami untuk bertukar perih.

Akan tetapi, Diari, aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku hanya bisa membiarkan doa-doaku terisi namanya. Doa yang mengharapkan kebahagiaan dan ketenangan hatinya. Doa seperti pinta Debu di kover buku: lebih lama bersamanya agar aku bisa lebih lama membahagiakannya.

Pemujarindu, 19 Januari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun