Beliau sudah lama mangkat, tetapi jejak karyanya masih tertanam kuat di benak saya. Mungkin juga di benak anak-anak lain di Indonesia. Mungkin sahabat saya Budi Susilo, Kompasianer andal, dinamai Budi gara-gara karakter ciptaan Ibu Siti. Mungkin, ya.
***
Tersebutlah pada Februari 2018, ada diskon emas besar-besaran di Antam Surabaya. Celengan ayam jago milik Budi jebol. Itu disengaja. Pada 20 Maret 2018, ia mendatangi PT Antam Surabaya. Bukan untuk beli ayam, itik, atau kambing, melainkan membeli emas batangan yang tengah dapat potongan harga. Emas berton-ton ia beli. Cadas, kan?
Pada hari yang membahagiakan itu (bukan hari yang berbahagia, sebab hari bukan orang yang bisa merasa bahagia), Budi membeli emas seharga Rp530 juta per kilo. Hari itu juga, rekening Budi berkurang hingga Rp10,6 miliar karena ditransfer ke rekening milik PT Antam.
Dua hari kemudian, 22 Maret 2018, Budi membongkar celengan lagi dan kembali mentransfer uang ke rekening Antam. Total uang yang ia transfer mencapai Rp3,5 triliun. Saya ulangi, Rp3,5 triliun. Kawan, mingkem. Jangan kelamaan mangap begitu, takut nanti lalat tersasar ke mulut Anda. Uang triliunan itu untuk membayar 7,07 emas.
Budi yang rajin menabung sejak SD itu ternyata memang tajir. Emas berton-ton ia beli. Emas, ya. Bukan kapuk atau randu. Setelah dihitung-hitung karena harga emas didiskon dengan variasi harga antara Rp505 juta hingga Rp525 juta per kilo, ternyata Budi hanya menerima sebanyak 5,935 ton. Ada selisih yang lumayan besar.
Sekalipun rajin menabung, rela menolong, dan tabah, Budi tidak mau kehilangan emas satu ton. Tepatnya, menurut Budi, sebanyak 1,136 ton. Loh, kehilangan seekor itik saja bisa diomeli ibu atau bapaknya, apalagi kehilangan emas satu ton lebih. Maka pada 16 November 2018 ia mengirim surat kepada pihak PT Antam Pusat.
Syahdan, pihak Antam Pusat menyatakan bahwa mereka tidak pernah menjual emas dengan harga diskon. Budi kalem saja. Karena sejak SD sudah banyak belajar tabah, ia tidak putus asa. Ia bawa persoalan ke meja hijau.
Hasilnya sesuai dengan keinginan Budi. PT Antam Tbk Persero dinyatakan kalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dengan demikian, Antam harus membayar kerugian senilai Rp814,4 miliar atau setara dengan 1,136 ton emas kepada Budi.
Budi ternyata masih harus belajar sabar. Ia masih harus menunggu, sebab Antam berencana melakukan perlawanan hukum. Pihak Antam tidak merasa pernah menjual logam mulia dengan harga diskon.
Fakta yang ada, Budi juga tidak membeli emas di tempat abal-abal karena uang pembelian langsung ditransfer ke rekening Antam. Silakan tilik infografis di bawah ini yang saya cuplik dari akun twitter @detikfinance.
Bayangkan, Budi membeli emas berton-ton. Kalau kita membeli pasir sebanyak itu, kira-kira akan ditumpuk di mana, ya? Gundukannya pasti segunung. Sultan Budi memang susah dilawan. Raffi Ahmad sang Sultan Andarra pasti lewat. Apalagi Sultan Khrisna. Aih, saya tuman!