Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Magadir Kristen Gray, Kilah LGBT, dan Ketakjelian Pihak Imigrasi

20 Januari 2021   05:00 Diperbarui: 21 Januari 2021   10:44 2666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kristen Gray dan Saundra Michelle Alexander di Kantor Imigrasi Denpasar (Foto: Kompas.com/Imam Rosidin)/

Alasan penentangan peraturan keimigrasian sudah sesuai dengan hujatan warganet di media sosial. Seharusnya dua peraturan itu sudah bisa memaksa Gray untuk jera dan jeri. Namun, Gray pandai melihat celah. Ia jeli melihat peluang. Ia berlaku bagaikan korban. Ia cuma mengambil poin pertama sebagai jurus membela diri.

“Saya tidak bersalah. Visa saya tidak overstay. Saya tidak menghasilkan uang dalam rupiah Indonesia. Saya berkomentar mengenai LGBT dan saya dideportasi karena LGBT.”

Begitu pernyataan Gray sebagaimana dikutip oleh Kompas.com. Benarkah argumen Gray itu? O, tunggu dulu. Kita tidak boleh sambalewa atau tergesa-gesa. Mari kita tilik kembali siaran pers Kemenkumham Kanwil Bali.

Ada dua poin yang tertera dalam siaran pers itu. Kita perlu membacanya dengan cermat dan saksama. Sebelum pemerincian, tercantum pernyataan “telah menyebarkan informasi yang dianggap dapat meresahkan masyarakat”.

Di mana Gray menyebarkan informasi? Sudah disebutkan di atas, informasi yang dianggap dapat meresahkan masyarakat itu ia sebarkan melalui akun twitter si magadir. Apa saja informasi peresah masyarakat Indonesia sebagaimana dimaksud oleh pihak imigrasi?

Sebenarnya ada dua butir, tetapi Gray hanya menukil butir pertama. Butir pertama itu memuat pernyataan Gray tentang Bali yang ramah LGBT. Itulah asap yang digenggam oleh Gray. Patut pula kita camkan, Gray abai pada poin kedua.

Selaku magadir alias manusia gak tahu diri, Gray melihat lubang menganga dan memanfaatkan lubang itu sebagai dasar kilah. Huh, dasar Gagang Pintu yang Sudah Gual-guil. Engkau pintar, Gray. Aku salut. Setelah kaupakai kartu rasis, sekarang kaugunakan kartu LGBT untuk membela diri.

Engkau memang besi berani pengundang dongkol, Gray.

Pihak imigrasi kurang awas. Kenapa pula poin LGBT dibawa-bawa? Warganet tidak pernah mengungkit-ungkit orientasi seksual Gray. Kalaupun Gray berkoar di twitter tentang Bali yang ramah LGBT, tidak usahlah poin itu dimuat. Urutan pertama pula. Macam cari perkara. Bikin susah jawatan sendiri. Giranglah Gray.

Kalau kita sigi mukadimah siaran pers, langkah antisipasi pihak imigrasi sudah tepat karena soal LGBT ditaruh paling akhir sesuai dengan cuitan Gray. Sudahlah doi belum fasih berbahasa Indonesia, dikasih peluang pula untuk mengoceh tidak keruan. Nahas!

Mestinya langsung saja masuk ke butir kedua: diduga melakukan kegiatan bisnis melalui penjualan buku elektronik (ini Indonesia, Bung, dahulukan bahasa Indonesia) dan pemasangan tarif konsultasi wisata Bali. Itu saja, bukan perkara LGBT.

Akibat ketakjelian petugas imigrasi, Gray makin melunjak. Ia pun berkicau di depan pewarta soal LGBT. Dahsyatnya, ada pula pewarta yang menata berita berdasarkan pernyataan Gray saja. Makin ngelunjak saja wisatawan asal AS itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun