Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Terima Kasih Telah Mengizinkanku Menemani Cemasmu

18 Januari 2021   22:00 Diperbarui: 18 Januari 2021   21:59 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lelaki yang disergap cemas (Ilustrasi: ibwell.com)

08.15 WIB

Selamat pagi, Diari. Apa kabar? Aku berharap kamu baik-baik saja, seperti aku dan dia. O ya, baik-baik saja yang kuharapkan janganlah kautuding sebagai positivitas beracun (toxic positivity). Semoga kamu baik-baik saja mesti kaulihat sebagai doa, Diari.

Hari ini kami tengah berjauhan, Diari. Dia sedang melaksanakan tugas negara yang terpacak di pundaknya. Tugas yang berat dan menyita banyak energi. Aku berharap, kamu sudi mendoakan agar ketangguhan dan kesungguhannya tidak habis-habis.

Pada saat kami berjauhan, kuasa saling langsung pamer taji. Ya, kami memang merawat kuasa saling. Seluruh sejoli di antero bumi mesti punya kuasa saling saat menjalin cinta, baik sebagai yang mencinta maupun yang dicinta

Kuasa saling itu, Diari, merupakan perpaduan mesra antara memberi dan menerima. Juga, ajakan untuk bertanggung jawab pada sebuah hubungan. Alangkah menyenangkan apabila cinta kita rayakan dengan saling setia dan saling percaya yang tumbuh tulus dari kedalaman jiwa, tanpa meletakkan yang satu lebih rendah atau lebih tinggi daripada yang lain. Harus sejajar, harus setara.

Bangunan cinta barulah kokoh apabila saling setia dan saling percaya yang menjadi fondasinya.

Jika tidak, yang terpampang di hadapan kita hanyalah istana pasir, bangunan rapuh yang gampang dihapus gelombang. Mustahil kautemukan hakikat cinta, yang sering kausebut kebahagiaan, selama kau belum memahami syariatnya.

Dan, syariat cinta terletak pada saling setia dan saling percaya.

11.22 WIB

Hingga siang dia masih sibuk, Diari. Aku hanya bisa mengirim pesan “makan, ya” dan “jaga kondisimu, Sayang”. Hanya itu. Baik lewat tulisan maupun lisan, aku selalu terbata-bata saat menyatakan isi perasaan. Kata-kata di kepalaku seketika memberontak, seakan-akan enggan mewakili perasaanku.

Kadang-kadang ketika aku susah tidur, aku ingin mengatakan kepadanya. Kamu gara-garanya. Namun, kalimat itu hilang entah ke mana begitu aku berdiri di hadapannya, duduk di sisinya, atau dalam pelukannya. Lidahku beku, Diari.

Aku heran mengapa aku bisa selalu jatuh cinta kepadanya. Ajaib. Ketika aku tidak sanggup mengutarakan isi hati, seharusnya ia yang menatap mataku, menatap mataku dengan mata hatinya, lalu menyelam sedalam-dalamnya ke dasar sanubariku. 

Lidahku memang tidak kuasa mengatakan apa pun tentang perasaan-perasaanku kepadanya, tetapi mataku sanggup mengatakan banyak hal. Seharusnya ia mampu membaca mataku, menyelami perasaanku, dan merasakan bagaimana selembar benang rindu yang tak kasatmata merentang dari mataku menuju matanya. Ah, sudahlah.

Diari, kita kembali saja pada soal kuasa saling. Saling setia dan saling percaya juga merupakan “perkawinan rasa” yang harus abadi. Tanpa batas, tanpa akhir, meskipun begitu banyak kepahitan, kesedihan, atau keperihan yang telah dan masih akan kami alami. Saling setia dan saling percaya itulah yang jadi penyembuh segala rasa sakit yang kami alami.

Hanya saja, Diari, engkau tahu bahwa saling setia dan saling percaya itu bukanlah pekerjaan mudah!

20.22 WIB

Harapan, Diari. Kau pasti tahu kata itu. Bagi kami, harapan adalah keinginan yang tiap saat kami angankan dan inginkan menjadi kenyataan. Adapun keinginan yang selalu kuangankan cuma satu. Dia. Lebih lengkapnya, dia selalu mencintaiku sepanjang hayatnya.

Aku tidak tahu apa harapan terbesarnya, tetapi aku berharap yang dia angankan sekarang adalah aku selalu berada di sampingnya, menemani cemasnya, menghalau sepi yang meriutkan tulang-tulang ketabahannya, dan mengusir ketakutan yang mengejarnya seperti bayang-bayang hantu tak kelihatan.

Satu-satunya yang aku tahu, Diari, dia harus tahu bahwa harapan terbesarku saat ini adalah berada di sampingnya, menghibur hatinya, menjaga hatinya dari kecemasan, dan meresap semua ketakutan yang bersinar di matanya.

Hanya saja, Tuhan menciptakan jarak dan waktu. Dua hal itu sengaja diciptakan Tuhan untuk menguji ketabahan kami supaya harapan selalu ada, supaya kami selalu menghidupkan pengharapan dalam diri, supaya kami terus melantunkan kuasa harapan.

Mungkin lewat doa, mungkin lewat mimpi.

Selamat tidur, Diari. Terima kasih telah menemani cemasku seharian ini.

Pemujarindu, 17 Januari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun