Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Trik Menulis Buku Setebal 330 Halaman dalam 10 Hari

12 Desember 2020   09:00 Diperbarui: 17 Desember 2020   19:01 2088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ternyata novel Sepatu Dahlan hanya ditulis cukup dalam sepuluh hari. Begitu intisari komentar Pak Hendro Santoso dalam artikel saya yang berjudul Belajar Menulis Memoar dari Sassoon dan Churchill. Ada nada heran, mungkin juga takjub, dalam komentar itu. Saya menjura kepada beliau.

Barangkali ada pembaca yang bertanya-tanya. Benarkah novel Sepatu Dahlan rampung saya anggit hanya dalam 10 hari? Memang demikianlah adanya. Ketebalan draf Sepatu Dahlan 330 halaman dan setelah ditata menjadi buku mencapai 392 halaman. Draf setebal itu saya tulis dalam 10 hari. Tidak lebih, tidak kurang.

Apakah itu mencengangkan? Tidak juga. Saya bisa mengudar secara teknis dan taktis. Teknis berarti secara mekanis dapat dipraktikkan oleh siapa saja, sedangkan taktis berarti ada pola yang mesti terpenuhi agar manuskrip buku dengan ketebalan ratusan halaman rampung dalam tenggat yang singkat.

Baiklah, saya buka saja resep menulis saya. Namun, sebelum Anda teruskan membaca rahasia dapur kepenulisan saya, sebaiknya Anda siapkan teh atau kopi. Kali ini saya menaja artikel yang sangat serius. Super-duper serius. Saya tidak ingin Anda kehausan di tengah jalan. Kasihan. Apalagi kalau haus kasih sayang. Ups!

Ini trik pertama: melatih kecepatan mengetik. Menulis 330 halaman dalam 10 hari bukan sesuatu yang mustahil kita lakukan. Prasyarat pertama, kecepatan mengetik di atas rata-rata. Kalau masih memakai dua jari, kemungkinan besar sulit terpenuhi.

Maka biasakanlah mengetik dengan menggunakan 10 jari. Kalau perlu, permahir diri Anda mengetik tanpa melirik papan tik. Saya begitu. Sepuluh jari saya sudah punya tugas masing-masing. Tiap-tiap jari saya sudah selaras dengan otak saya sehingga kecil kemungkinan salah tekan huruf. Kecuali kepepet.

Di sinilah hitung-hitungan bermain. Saya dalam satu jam mampu mengetik setidaknya 3500 hingga 4000 kata. Dengan catatan, tidak sembari swasunting. Jika saya menggunakan kertas berukuran A4 dengan jarak antarbaris 1,5 spasi maka satu halaman hanya butuh 300--330 kata. Hasilnya mudah ditebak. Saya cuma butuh satu jam per hari untuk mendapatkan 10 halaman.

Sombong? Tidak. Itu hasil dari pembiasaan. Sengak? Tidak. Itu buah dari proses dan kerja keras yang saya tekuri selama bertahun-tahun.

Ini trik kedua: menumpuk harta kosakata. Menulis draf novel setebal 330 halaman dalam 10 hari adalah sesuatu yang sangat mungkin kita lakukan. Syaratnya, kita harus kaya kosakata. Jikalau gudang kata di kepala kata sangat minim maka mustahil menyelesaikan novel setebal itu dalam tempo yang cepat.

Kenapa? Penulis yang miskin kosakata akan kesulitan mengungkapkan isi benaknya, keteteran menggambarkan imajinasinya, dan kedodoran menuangkan gagasannya. Bagi penulis yang kaya dengan kosakata, benak dan jari sudah sepaham. Begitu gagasan terbetik, dua-duanya kompak menaja kata demi kata.

Bagaimana cara kita memperkaya kosakata? Mudah banget. Hanya satu cara: banyak membaca. Senjata penulis adalah kata-kata. Kehabisan kata bagi penulis persis kehabisan peluru bagi serdadu. Musuh di depan mata, pelor habis. Mampus duluan!

Jika Anda berangan-angan menulis lebih cepat dari sediakala, bergegaslah memperkaya kosakata.

Ini trik ketiga: menyelesaikan ragangan tulisan. Menulis buku setebal 330 halaman dalam 10 hari amat mudah kita lakukan apabila ragang atau rancang bangun tulisan sudah selesai, baik di dalam benak maupun di atas kertas.

Ketika menulis novel Sepatu Dahlan, juga buku-buku saya yang lain, saya mulai dengan menata kerangka tulisan. Saya bikin peta naskah. Peta itu meliputi: (1) isi per bab; (2) tokoh atau materi apa yang saya kupas tiap bab; dan (3) grafik emosi per bab.

Lantaran peta naskah sudah tersaji di depan mata, saya bebas menulis dari bab mana saja. Bisa dari bab paling belakang, bisa tidak berurutan, bisa sekehendak hati. Adapun grafik emosi dapat memudahkan saya dalam menekankan intensi rasa.

Ragang atau kerangka bukanlah kerangkeng yang menjadi penjara bagi imajinasi. Bukan penjara, Saudara-saudara. Ragangan hanya pedoman agar kita tidak buntu di tengah jalan saat menulis. Sebatas rambu jalan yang mengarahkan kita akan dan mesti bagaimana.

Ini trik keempat: melengkapi bahan pengaya. Menulis buku setebal 330 halaman dalam 10 hari bukan pekerjaan yang sulit. Selama bahan yang kita butuhkan sudah utuh dan lengkap, proses menulis akan lebih cepat tuntas.

Tatkala menganggit Sepatu Dahlan, saya melakukan riset selama sebulan setengah. Saya amati karakter dan pemikiran Pak Dahlan Iskan, saya sambangi tanah kelahirannya, saya kunjungi daerah tempat beliau bertumbuh dan berkembang, dan saya ubek-ubek tulisan apa saja tentang beliau. Semuanya saya cetak agar mudah saya baca manakala saya butuhkan.

Data pengaya dalam bentuk cetakan itu saya taruh dalam jangkauan saya. Sungguh, saya tidak mau berdiri hanya untuk meraih kertas berisi data. Jika itu saya lakukan, pengetikan terhambat. Mungkin hanya beberapa menit, tetapi hal itu dapat mengalihkan fokus. Sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan ide.

Maka dari itu, lengkapi dulu data pengaya sebelum menulis. Bukan buru-buru mencari data ketika sedang menulis. Kecuali kalau Anda tergolong penulis yang cekatan mencari data.

Ini trik kelima: hindari pemecah konsentrasi. Menulis buku setebal 330 halaman dalam 10 hari akan lebih mudah apabila konsentrasi kita tercurah sepenuhnya pada tulisan ketika menulis. Suka tidak suka, apa saja yang dapat membuyarkan atau mengacaukan konsentrasi mesti kita hindari.

Jika Anda punya pekerjaan rutin, carilah waktu yang tepat untuk menulis. Sesuaikan waktu itu dengan kecepatan mengetik dan ketersediaan data. Gunakan waktu Anda sebaik mungkin. Upayakan memilih waktu ketika kondisi otak sedang segar-segarnya. Dinihari atau subuh, misalnya. Selain minim gangguan, kondisi otak saat dinihari atau subuh tengah bugar.

Apabila konsentrasi Anda buyar ketika menulis, alamat perampuangan tulisan terhambat. Oleh sebab itu, pintar-pintarlah mengatur dan mempermainkan waktu. Jangan tunggu hingga Anda yang diatur dan dipermainkan oleh waktu.

Itulah lima trik yang saya gunakan selama ini setiap menulis. Apa pun yang saya tulis, lima rukun itu telah mendarah daging. Tulisan ini, misalnya, tidak melahap banyak waktu. Sejam pun tidak cukup. Yang lama justru saat saya memikirkan ragangan artikel ini, sebab butuh dua jam.

Lima trik itu bukanlah perkara yang berat. Jadi, tidak perlu teman-teman perkarakan. Kuncinya sederhana: latihan. 

Dulu saya berlatih mengetik dengan menggunakan mesin tik. Daya tekan jari pada tombol huruf jauh lebih berat dibanding menggunakan papan tik laptop ataupun komputer personal. Sekarang lebih enteng. Itu pula alasan mengapa kecepatan mengetik saya kian laju. 

Bagaimana dengan Anda? Berapa jam yang Anda butuhkan untuk mengetik satu artikel yang Anda tayangkan di Kompasiana? Semangat, Kawan!

Salam takzim, Khrisna Pabichara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun