Ini sebuah cerita tentang klub semenjana yang musim ini berstatus promosi di LaLiga Spanyol. Â Skuad biasa-biasa saja. Mereka laksana liliput di hadapan klub-klub pesaing. Namun, jangan sepelekan Cadiz Club de Futbol.
Musim ini, klub yang bermarkas di Stadion Ramon de Carranza itu telah melahap duo raksasa LaLiga, Barcelona dan Real Madrid. Sungguh prestasi mencengangkan bagi sebuah klub yang sejak didirikan pada 1910 amat jarang berkiprah di LaLiga.
Setelah berhasil mengangkangi Divisi Segunda Spanyol pada musim 2019/2020, Cadiz kembali ke LaLiga. Klub besutan Alvaro Diaz Cervera meraup 69 angka di Divisi Segunda. Prestasi di LaLiga? Mereka baru 12 musim mencicipi atmosfer LaLiga.
Jika dibandingkan dengan Barcelona pemilik 26 gelar LaLiga, sungguh jauh pungguk dari bulan. Apalagi jika disandingkan dengan Real Madrid yang telah mengoleksi 33 gelar juara LaLiga. Jadi, tidaklah keliru apabila Cadiz bagai kurcaci di hadapan dua raksasa Spanyol itu.Â
Tahun ini dengan bekal juara Divisi Segunda, tim dari otonomi Andalusia itu berhasil menebar ancaman. Sementara ini mereka nangkring di posisi 5 (lima) dengan 18 poin dari 12 laga yang telah mereka lakoni. Di bawah mereka terdapat Sevilla (16 poin), Barcelona (14), dan Valencia (12).
Skuad mereka tidak dipenuhi oleh pesohor lapangan hijau. Barangkali yang akrab di telinga para pemuja bola kaki hanyalah Alvaro Negredo sang mantan penyerang timnas Spanyol. Selebihnya asing di telinga. Beberapa di antaranya malah sudah uzur dengan usia berkepala empat.
Hanya saja, Cadiz menorehkan sensasi luar biasa begitu menjejakkan kaki di Laliga. Tim raksasa berhasil mereka tumbangkan. Langganan juara di Liga Champions Eropa, Real Madrid, mereka keokkan di kandang lawan.
Begini ceritanya. Berlaga di Stadion Alfredo Di Stefano pada 17 Oktober 2020, Cadiz memaksa tuan rumah Real Madrid bertekuk lutut. Tim berjuluk Kapal Selam Kuning dari Andalusia itu unggul satu gol hasil ceplosan jugador asal Honduras, Alvaro Lozano, pada menit ke-16.
Digempur habis-habisan, diserang sepanjang laga, diterjang tiada henti, tetapi Cadiz dengan gilang-gemilang mempertahankan gol semata wayang itu dan membawa pulang tiga angka dari sebuah klub yang pernah menjuarai Liga Champions Eropa selama tiga tahun beruntun.
Jangan bandingkan kiper Cadiz (Jeremias Ledesma) dengan Thibaut Courtois pengawal gawang Real Madrid. Jangan pula kalian sandingkan Juan Cala sang bek Cadiz dengan Sergio Ramos sang kapten Los Blancos. Bahkan Alvaro Negredo pun sudah kalah bersinar dibanding Vinicius Junior.
Namun, kekalahan 0-1 Real Madrid di kandang sendiri jelas menunjukkan nyali dan gairah tidak tepermanai dari sebuah klub promosi. Cadiz berhasil mempermalukan klub berlambang mahkota kerajaan Kerajaan Spanyol. Padahal, los Blancos dihiasi skuad yang moncer, mentereng, dan mahal.Â
Dinihari tadi, Minggu (6/12/2020), Cadiz kembali menebar sensasi. Kali ini Barcelona yang mereka lahap. Tidak tanggung-tanggung, Negredo dan kolega sukses menumbangkan raksasa Katalunya dengan skor 2-1. Bermain di kandang sendiri seperti menahbiskan semangat skuad tim.
Alberto Perea yang bermain sebagai gelandang di Cadiz sejatinya bukan tandingan bagi Miralem Pjanic, tetapi sepak terjang Perea seolah-olah tidak mengenal rasa takut. Alvaro Gimenez, striker pertama Cadiz yang mengoyak jala gawang ter Stegen, tidaklah sesohor Lionel Messi.
Semula Oscar Mingueza, bek muda Barcelona, bermaksud menghalau bola dari sepak pojok. Namun, bola malah bergerak liar dan jatuh di kaki Gimenez. Marc-Andre ter Stegen pun harus memungut bola dari gawang yang dikawalnya.
Gol kedua lebih parah. Kedunguan bek-bek Barcelona berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh Negredo. Berawal dari lemparan ke dalam oleh Alba yang gagal dikuasai Lenglet sehingga disapu dengan gagap oleh Ter Stegen. Nasi menjadi bubur. Bola dirampas oleh Negredo dan menceploskan ke gawang Barcelona yang sudah kosong melompong.
Bahkan satu gol balasan Barcelona sebenarnya hanyalah hadiah dari bek Cadiz. Gol bunuh diri. Semula Pedro Alcala berniat memotong umpan silang Jordi Alba, tetapi bola mengarah ke gawang sendiri. Ledesma yang sepanjang laga berhasil menghalau tiga peluang emas Messi akhirnya terkesima melihat gawangnya disobek-sobek oleh kolega setim.
Sensasi Cadiz mempermalukan dua klub langganan juara LaLiga semacam isyarat bagi setiap insan bahwa pada tiap ketidakmungkinan selalu ada kemungkinan.Â
Yang tidak mungkin menang niscaya mungkin menang. Bolehlah kita dipandang kecil dan receh oleh orang lain, tetapi ada potensi kita menjadi besar atau lebih besar dibanding pihak yang mengecilkan kita. Jadi, berhentilah berkecil hati. Lihatlah kegairahan dan kegigihan pemain Cadiz.Â
O ya, adakah Cadiz akan kembali mencengangkan penggila bola kaki? Kita tunggu saja.
Salam takzim, Khrisna Pabichara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H