Perhatikan: Aku sudah makan Ibu. Akibat tidak menggunakan tanda koma (,) setelah kata makan maka makna kata bergeser sangat jauh. Semula penulis bermaksud menyajikan kabar bahwa si pengujar sudah makan, ternyata malah menjadi "sudah makan Ibu".
Sadis, ibu sendiri tega dimakan. Durhaka banget.
Simak perbedaannya. Aku sudah makan, Ibu. Sungguh jauh gula dari semut, bukan? Lantaran tanda koma (,) abai dibubuhkan, makna kalimat bisa bergeser sangat jauh dari sasaran. Maka dari itu, Kawan, jangan remehkan tanda baca.
Kesalahan ringan, tetapi fatal, juga kerap terjadi dalam penulisan kata ulang berimbuhan. Jika kita mengulang satu kata dan membubuhkan imbuhan, tanda hubung (-) mesti kita gunakan. Misalnya: pukul-memukul, tulis-menulis, dan peluk-pelukan.Â
Akhirnya kita tiba pada kaidah ketiga, yaitu menyelami konteks kalimat. Tatkala kita menyunting nas, mau tidak mau kita mesti membaca tulisan secara utuh. Selanjutnya, mengurai kalimat supaya tidak tersesat saat menyunting.
Perhatikan contoh ini. Dari sana rupanya bermula sepak terjang Maradona. Simaklah peletakan dan penggunaan kata rupanya di dalam kalimat. Kata rupa bermakna 'tampang muka, raut muka, atau roman muka'. Kalimat menjadi kacau gara-gara kehadiran rupanya.
Jikalau kita menginginkan makna "jika menilik bentuk atau keadaannya" maka kata yang tepat adalah rupa-rupanya. Remeh, tetapi tidak receh. Camkan: rupa-rupanya semakna dengan agaknya, kelihatannya, atau tampaknya. Semakna pula dengan kiranya, syahdan, atau konon.
Oke, Sobat. Sampai di sini dulu perbincangan kita tentang kaidah swasunting. Moga-moga berguna.
Salam takzim, Khrisna Pabichara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H