Guna mengayakan Gadis Pakarena, misalnya, saya harus berkunjung langsung ke PDS H.B. Jassin, Perpustakaan Nasional, dan Arsip Nasional RI. Data tentang kerusuhan 1998 saya tabung sebanyak-banyaknya. Data itu saya kumpulkan, saya telaah, dan saya pilah dengan telaten.
Malah saya sempatkan menghubungi teman-teman di London untuk mengupayakan kopian kisah Romeo dan Juliet. Gubahan Shakespeare itu saya baca berhari-hari sebelum akhirnya memilih satu titik yang bisa terhubung dengan kisah Kim Mei.
Berapa lama waktu yang saya habiskan untuk mencari bahan cerpen?Â
Hampir empat bulan. Berapa honorarium yang saya terima ketika itu dimuat di koran? Tidak banyak. Malah tidak sampai setengah juta. Namun, rasa bahagia saya tatkala cerpen itu diterima pembaca jauh lebih bernilai dibanding honor yang saya terima.
Jimat kedua adalah rasa. Ya, Saya selalu menekankan rasa pada semua anggitan saya. Tidak peduli fiksi atau nonfiksi. Rasa itu bukan sekadar melibatkan perasaan, bukan. Rasa itu terkait juga dengan kemasan. Dengan demikian, rasa baca terikut pula.
Mengapa saya menumpahkan rasa ke dalam tulisan?Â
Tulisan kita yang tiba di hadapan pembaca bukan sebatas kertas konvensional atau virtual. Namun, berupa kata-kata yang membawa roh. Ada nyawa. Saya paham benar bahwa teks dapat menggerakkan. Setidaknya, menggerakkan imaji pembaca. Selain itu, pembaca adalah manusia yang bernyawa, punya hati, dan punya rasa.
Lantaran pembaca punya jiwa, naif rasanya jika tulisan yang saya agihkan berasa hambar. Saya juga tidak mau menyodorkan tulisan yang ibarat hamparan tanah datar, kering, dan tandus. Pembaca menanam investasi. Bisa waktu, bisa uang. Celakalah saya jika menyajikan tulisan yang asal-asalan.
Jimat terakhir adalah rocet. Apa itu rocet? Coret. Itu jawaban ringkasnya. Ya, saya punya kebiasaan merocet atau mencoret apa yang sudah saya tulis. Satu kalimat saya perlakukan seperti kerangka layang-layang. Saya raut, timbang, raut lagi, timbang lagi.
Ketika duka menerpa hati saya, ketika kehilangan memilin ketabahan saya, ketika hidup seperti tak menyisakan kegairahan lagi, saya catat dan simpan semuanya. Kadang dalam bentuk tulisan, kadang dalam ingatan. Kemudian saya bubuhkan rasa. Lalu, saya rocet-rocet hingga terasa lezat.
Berikut saya suguhkan contoh hasil rocet-rocet saya pada sajak Riwayat Luka.