Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Filsuf Junior Mengubur Tanda Tanya

19 September 2020   15:25 Diperbarui: 20 September 2020   04:12 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istriku sedang mengejan ketika aku tiba. Kupikir ia memang mau berak jadi aku memunggunginya. Tahu-tahu ia berteriak "tarik" sambil menendang betisku. Aku berbalik. Separuh kepala si jabang bayi sudah kelihatan. Aku gelagapan. Gugup. Aku tergagap-gagap sambil mengiya. Dalam guyuran hujan lebat, Rain dan River mengeak. Dalam guyuran hujan lebat, aku dan istriku menyembunyikan air mata.

"Ayah sibuk?"

Aku terperanjat. Jantungku terlonjak. Kupegang dadaku. Untung jantungku masih melekat pada katupnya. Saat menoleh, River sudah berjalan ke sisiku, mengelus lenganku seakan-akan mengatakan "maaf tidak sengaja", lalu memijiti pahaku seperti sedang memberikan kompensasi.

"Aku punya cerita, Yah," katanya tanpa berhenti memijit. "River boleh ngomong?"

Aku mengangguk dan membayangkan Si Kembar Pelahap Buku tengah merancang persekongkolan besar. Oh, tidak. Aku tidak mau terjungkal begitu saja ke dalam jebakan mereka. Sekali lagi, tidak. Ini bukan soal martabat ayah. Ini tentang betapa keusilan mereka bisa membuat pikiranku mengembara ke mana-mana. Kok bisa, ya? Kenapa mereka sempat memikirkan hal seperti itu?

Sebagai sesama guru, aku tahu benar alangkah nelangsanya hati Pak Yakin. Guru kelas Rain dan River itu sering keteteran menghadapi si kembar. Guru andalan SDN Sukacita itu kerap gelagapan dikeroyok oleh tanda tanya yang mengeram di batok kepala si kembar. Satu saja repot, apalagi dua. 

"Kemarin ada tugas Bahasa Indonesia."

"Ada kesulitan?"

"Enteng."

"Terus?"

"Aku jawab begini, Yah." Ia berdiri. Tubuhnya merapat ke tubuhku. Kepalanya mendekati kepalaku. Ia berbisik di telingaku. Mendesis seperti tokoh antagonis di film-film. "Cobalah lebih kreatif, Pak Guru. Jangan iseng terus kayak gini. Kalau Pak Guru sudah tahu jawabannya, buat apa ngasih-ngasih soal."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun