Anies Baswedan tak henti memanen sensasi. Jika tidak berseteru dengan Pemerintah Pusat, pasti bersitegang dengan gubernur tetangga. Kalau hubungan dengan tetangga adem-adem saja, beliau bertelingkah dengan anggota legislatif. Pandemi korona tak surut-surut, politik rivalitas tak susut-susut.Â
Mau sampai kapan seperti itu?
Belum reda hujan sengketa antara Gubernur DKI Jakarta dengan Pemerintah Pusat gara-gara PSPB, sudah gencar saja berita tentang pemanfaatan dana penanganan pandemi korona di jantung Ibu Pertiwi. Kali ini Anies dicocor gara-gara berniat mencairkan dana cadangan. Nilainya tidak tanggung-tanggung. Satu koma empat triliun rupiah. Nolnya banyak: 1.400.000.000.000,00.
Tentulah pantas jika anggota DPRD DKI Jakarta mempertanyakan penggunaan anggaran penanganan korona. Selain karena anggaran yang dikucurkan sangat besar, Anies berniat pula mengajukan dana talangan ke Pemerintah Pusat sebesar Rp12,5 triliun. Padahal, bea penanganan korona dari APBD Jakarta sudah menelan duit sebanyak Rp10 triliun. Belum lagi bantuan Pemerintah Pusat sebesar Rp4,8 triliun.
Sebenarnya rivalitas politik tidak hanya terjadi di Jakarta. Silang pendapat antara Gubernur Jawa Timur dan Wali Kota Surabaya pernah gencar diberitakan. Mobil laboratorium uji usap PCR yang jadi akar tengkar. Khofifah Indar Parawansa dan Tri Rismaharani, dikabarkan voaindonesia.com, sama-sama merasa paling berhak lebih dahulu menggunakan mobil bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Beberapa saat lalu, Anies juga tidak mampu menggalang koordinasi lintas wilayah. Ridwan Kamil malah menawarkan bantuan untuk menampung pasien alih-alih sepakat bersama-sama menggelar PSPB. Hajat pemberlakuan PSPB sempat pula dipersoalkan oleh Wali Kota Bogor Bima Arya.
Sungguh, Anies seperti pemain bola yang sibuk menggocek bola di tengah lapangan. Tidak tahu arah gawang lawan yang dituju, tidak tahu pula siapa saja kawan dan lawannya. Nahas benar nasib sang gabener yang sekarang ingin menegakkan PSPB Jilid 2, padahal selama PSPB Jilid 1 sering blunder.
Akan tetapi, masyarakat sebenarnya tidak mau tahu akar tengkar antara Anies dengan pihak selain dirinya. Warga Jakarta dan sekitarnya lebih mendambakan penanganan korona yang lebih serius dan fokus. Penduduk jelas sudah bosan menyaksikan tikai tiada henti.
Kalangan elite, baik Pemerintah Pusat maupun Daerah, tidak punya pola penanganan korona yang tertata dan terukur. Yang tampak terang benderang justru silat lidah tak kenal tamat. Gelagat berburu panggung masih dipertontonkan, padahal korona terus mengganas.
Bahkan jika kita berbicara dalam skala nasional, peningkatan kasus harian sangat mengerikan. Tidak satu pun provinsi yang nihil penambahan pasien. Dari Aceh sampai Papua semuanya bertambah. Apalah arti PSBB berkali-kali jikalau pemerintah tidak kunjung laras dan padu dalam menangani pandemi.Â
Mau sampai kapan?