Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Senandika Perusahaan Negara Rugi Triliunan dan Stasiun Televisi Penjaga Moral

28 Agustus 2020   13:16 Diperbarui: 30 Agustus 2020   10:09 1331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Olah Pribadi

Terjadi dialog di dalam batinnya. Halo. Apa kabar sinetron ugal-ugalan? Tetangga saya sampai misuh-misuh tiap hari, pagi petang mengomeli anaknya yang doyan menonton sinetron itu. Sekarang tingkah anaknya yang masih remaja tanggung sudah sangat halu. Maunya tarikan atau balapan melulu, padahal menaikkan motor ke garasi dari teras rumah menanjak saja masih gagap dan gugup.

Acok juga mendadak sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia belum juga menemukan argumentasi jitu agar ia bisa memaklumi alasan "menjaga moral bangsa". Sependek ingatannya, tidak banyak acara di ROTI yang menjunjung tinggi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta mengandung nilai-nilai agama.

Tanpa sadar ia menggerunyam. "Setahu aku, ndak banyak acara ROTI yang beraroma agama. Bahkan bulan Ramadan saja ROTI cuma menayangkan acara lomba menghafal Quran atau tarung dai cilik. Paling-paling ditambah kultum alias kuliah tujuh menit. Hari-hari biasa rasanya ndak ada."

"Kata siapa?" Poltak buru-buru menyela, "ROTI itu stasiun tipi yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Tiap petang pasti menyiarkan azan Magrib. Itu pun dengan lagu dan suara yang tidak berubah dari aku masih di tanah Batak!"

"Maafkan aku karena aku sempat berburuk sangka kepadamu, ROTI." Acok menghela napas. "Semula kupikir, ROTI tidak mau kehilangan penonton. Jadi, bisalah dimaklumi apabila RCTI ngoyo mengajukan judicial review. Ternyata alasannya keren. Atas nama menjaga moral bangsa."

Poltak menyentak, "Begini, Acok. Cerdaslah kau barang seupil. Apa yang akan ditonton oleh pemirsa dari sinetron yang tayang setiap hari dengan episode berlarut-larut? Bahkan ada sinetron yang episodenya melebihi panjang Nusantara dari Sabang sampai Merauke?"

Acok terkakak-kakak lagi. "Itu betul, Bang. Bahkan ada sinetron yang tokoh utamanya sudah modar terus hidup lagi. Alasannya, beberapa episode yang lalu itu hanya mati suri. Penontonlah yang salah karena mengira protagonis sudah mati."

"Ada yang lebih parah, Daeng," timpal Poltak dengan napas terengah-engah karena menahan tawa, "ketika tokoh utama tewas, kupikir tamat sudah riwayat sinetron itu. Tahu-tahu anak tokoh utama naik derajat menjadi tokoh utama. Sekarang cucunya jadi calon pewaris tokoh utama. Gilak!"

"Pantas sinetron kita kalah saing melawan drakor, film seri India, atau telenovela dari Amerika Latin," ujar Acok bersungut-sungut.

Tiba-tiba terdengar ketukan. Acok setengah berteriak, "Ndak dikunci."

Ketika pintu menganga, wajah Profesor Fair si Petani Picisan dan Om Gerah si Penulis Recehan menyembul di celah daun pintu. Mereka kompak mengecrek-ngecrek ketika melihat gaya rebahan Poltak dan Acok di atas kasur yang kapuknya mengintip di beberapa sobekan.

Profesor Fair membuka pintu lebar-lebar dan duduk di samping Poltak. Sambil mengasongkan sebatang rokok keretek, ia berkata, "Poltak, kaucangkul dulu ladang masa laluku. Aku ingin menanam masa depan yang lebih pasti di sana. Bosan aku ongkang-ongkang kaki di rumah."

Acok mendongak dan menatap Om Gerah yang berdiri di dinding kamar sambil bersidekap tangan. Ia seperti ingin mendengar perintah yang dapat menjaga kesinambungan isi dompetnya agar bisa terus menyubsidi Warung Sunda Mang Engkos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun