Dari sisi kanan lapangan kauterima umpan Xavi. Setelah menggoreng bola, engkau menari-nari di atas lapangan. Nacho Perez terkecoh. Luis Paredes tidak berkutik. Alexis Ruano bingung hendak berbuat apa. David Belenguer tidak sanggup menahan lajumu.
Kiper Luis Garcia maju untuk menutup laju larimu, Messi, tetapi bola seperti sangat mencintai kakimu. Sekalipun disepak ke sana kemari, bola tetap lengket di kakimu. Pada akhirnya engkau mencetak gol dengan sontekan setengah cungkil yang elok.
Engkau merebut bola dari kaki lawan di bagian tengah lapangan seakan-akan itu bukan persoalan sulit bagimu. Tubuhmu sempat agak sempoyongan, tetapi kamu bisa menjaga keseimbangan. Setelah itu, kamu melesat mendekati kotak penalti lawan.
Kecepatanmu berlari setelah lepas dari adangan lawan juga tampak sangat jelas. Malah, kamu seakan-akan tidak perlu berpikir keras sekadar untuk melewati bek yang tersisa. Gol indah kembali bersarang di jala lawan. Josep Guardiola pun terperangah.
Kenangan demi kenangan itu tetap akan menempati ruang khusus di bilik ingatanku. Jika akhirnya engkau pergi meninggalkan Barcelona, aku tetap merawat ingatan itu. Aku tidak akan menukar kenangan indah tentang kehebatanmu dengan kebencian hanya karena kamu kini menanggalkan seragam Barca.
Ke mana pun kamu pergi, Messi, cinta tetaplah cinta. Bagaimanapun caramu pergi, Messi, cinta tetaplah cinta. Di mana pun kamu bermain, Messi, cinta tetaplah cinta. Sebagai fan Barcelona yang fanatik, aku doakan semoga yang terbaik selalu tercurah kepadamu. [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H