Uang bisa membeli segalanya. Oh, tidak. Tolong jangan katakan kalimat itu di depan Nasser Al-Khelaifi. Orang kaya dari Qatar itu tahu benar bahwa uang tidak mampu membeli Piala Si Kuping Lebar. Selaku Panglima Qatar Sports Investment yang membeli PSG, ia sudah jor-joran. Juara Liga Champions? Nyaris!
Uang memang bisa mengalihkan cinta Neymar dari Barcelona ke PSG. Seikh yang mantan petenis itu juga tahu, sebab ia aktor di balik kepindahan Neymar dengan rekor pembelian yang mustahil pecah dalam tempo yang singkat.
Musim panas 2017. Si Bengal yang jago gocek berhasrat segera keluar dari bayang-bayang Messi. Uang sebanyak Rp3,9 triliun pun bak tumpah dari langit. Neymar ternyata belum cukup. Mbappe ikut pula diboyong. Uang Rp2,5 triliun pun melayang.
Tahun ini, penguasa media Beins Sports itu gagal tertawa lepas. Ia tidak jadi tersenyum lebar sambil mengipas-ngipaskan uang di depan mukanya. Kegigihan Navas menjaga gawang PSG tak sanggup menjegal bola sundulan Kingsley Coman.
Lebih nahas lagi karena Coman adalah mutiara PSG yang terbuang. Pada 2014, jebolan akademi PSG itu dijual ke Juventus. Coman kemudian dipinjamkan ke Bayern Muenchen pada 2015. Tahun ini, pemain kelahiran 13 Juni 1996 itu menjadi pengganjal mimpi Nasser.
Uang bisa membeli segalanya. Oh, tidak. Mohon jangan semburkan kalimat itu di hadapan Yang Mulia Nasser Al-Khelaifi. Sejak November 2011 ia sudah memasang ancang-ancang untuk melompat lebih tinggi bersama PSG, tetapi belum sekalipun ia merasakan hangatnya mata setelah mengelus Si Kuping Lebar.
Baru hampir. Namun, hampir adalah kata yang akan sangat menyakitkan apabila didekatkan dengan keberhasilan. Hampir kalah jauh lebih baik dibanding hampir menang. PSG baru tiba pada hampir menang. Peluang emas pada babak pertama terbuang sia-sia, begitu pula pada babak kedua.
Jangan tanyakan sudah berapa banyak uang yang digelontorkan oleh QSI untuk mendanai proyek juara bagi PSG. Dalam kurun sembilan tahun, QSI sudah merogoh kocek sebanyak Rp22,3 triliun. Pemain top sudah 43 orang yang direkrut. Javier Pastore. Thiago Silva. Zlatan Ibrahimovic. Angel de Maria. Edinson Cavani. David Luiz.
Tujuh gelar juara Liga Perancis sudah digenggam. Cukup untuk merajai Ligue 1 dalam kurun sembilan tahun terakhir. Hanya saja, mengangkangi Eropa masih terlalu jauh bagi PSG. Begitu tiba di depan mata, gol semata wayang Bayern Muenchen merusak segalanya.
Uang mungkin bisa membeli segalanya, kecuali waktu. Bagi Nasser, tentu saja waktu untuk melihat para pemainnya berdiri di podium juara. Jelas bukan runner-up atau juara dua. Patut dikenang, ini kali pertama PSG melangkah ke babak final Liga Champions.
Akan tetapi, klub dari Prancis memang belum banyak berbicara di Liga Champions Eropa. Dari empat klub Prancis yang singgah di babak final, hanya satu yang sungguh menjadi juara. Marseille berhasil mengalahkan AC Milan dengan skor 1-0 pada musim 1992-1993.
Tahun ini, PSG menyusul tiga klub lain yang keok di laga final. Stade de Reims dua kali kalah dari Real Madrid (1955-1956 dan 1958-1959). Saint Etienne tumbang di hadapan Bayern Muenchen (1975-1976). Olympique Marseille dari Red Star Beograd (1990-1991). Terakhir, AS Monaco tunduk di hadapan FC Porto (2003-2004). Butuh 16 tahun bagi tim dari Prancis untuk merasakan lagi pahitnya kalah di partai final.
Estadio do Sport Lisboa e Benfica menjadi saksi betapa sembilan sontekan Les Parisien ke gawang Neuer tidak satu pun yang menghasilkan gol. Veratti yang masuk pada babak kedua menggantikan Paredes hanya meningkatkan dinamika dan determinasi.
Pada usianya yang ke-50, PSG ternyata tidak mampu mengangkat Piala Liga Champions Eropa. Dari situ kita paham bahwa kemauan tidak selalu sejalan dengan kemampuan. Kemauan pemilik PSG untuk berbicara banyak di kancah Eropa sudah luar biasa, tetapi kemampuan meraih gelar juara masih di luar biasa.
Meskipun demikian, PSG tidak perlu berkecil hati. Real Madrid selaku pemegang gelar UCL terbanyak pun baru meraih gelar pertama pada usianya yang ke-54, yakni pada musim 1955-1956. Mengalahkan tim dari Prancis pula.
Jagoan Italia yang sudah mengoleksi tujuh piala, AC Milan, malah merengkuh gelar pertama setelah berusia 64 tahun. Liverpool yang gelar juaranya disamai Bayern Muenchen malah lebih lama dari Real Madrid atau AC Milan. Butuh 85 tahun bagi Liverpool baru bisa menjuarai UCL.
Jadi, bersabarlah PSG Nasser. Masih ada waktu untuk menghambur-hamburkan uang. Belanja pemain lagi. Pembelian pemain muda termahal, Mbappe, pun sudah di tangan. Setidaknya dapat rekor pembelian pemain termahal. Kalau perlu pecahkan rekor Neymar dengan membeli Messi. Soal juara, tidak apa menunggu lagi.
Kata siapa PSG belum pernah meraih gelar juara? Semenjak Nasser memimpin PSG, sudah tujuh gelar Legue 1 mangkal di lemari piala PSG. Selain itu ada lima Piala Prancis, lima Piala Liga Prancis, dan tujuh Piala Super Prancis. Total 24 piala. Kurang apa coba?
Kurang satu: Juara Liga Champions Eropa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H