Rene Higuita. Kiper nyentrik ini juga pernah melakukan kesalahan fatal. Benteng terakhir Kolombia ini memang kerap merangsek hingga ke tengah lapangan sambil menggocek bola. Bahkan ia sering mengalirkan duka di mata kiper lawan karena kemahirannya mengeksekusi tendangan bebas.
Keberuntungan ternyata sering hilang ketika dibutuhkan. Pada partai melawan Kamerun di Piala Dunia 1990, Rene melakukan "bunuh diri konyol". Ia tinggalkan sarangnya saembari menggocek dan mengoper bola kepada koleganya di barisan belakang, tetapi Roger Milla sang Elang dari Kamerun menyambar dan menceploskan bola ke gawang Kolombia.
Masih sekisar kesalahan kiper. Kali ini terjadi di Ligue 2. Aktornya bernama Brice Maubleu. Kiper muda asal klub Grenoble sedang memeluk erat bola seraya mencari Jerome Mombris, rekannya di bagian belakang. Ia lemparkan bola dengan kencang, tetapi bola melengkung dan bergulir ke gawang sendiri.
Kisah gol bunuh diri Maubleu barangkali tidak setragis Lukaku yang kehilangan medali emas, tetapi menyobek gawang sendiri dari sebuah lemparan sama pahitnya dengan kehilang gelar bagi Maubleu. Memang gol itu tampak kocak bagi penonton, tetapi konyol dan menyakitkan bagi sang kiper.
Lukaku tidak sendirian. Nama sebesar Franco Baresi pernah melakukan kesalahan serupa. Bek tangguh asal AC Milan itu juga tercatat dalam sejarah Liga Italia selaku bek yang rajin mencetak gol, baik ke gawang lawan maupun ke gawang sendiri. Sebanyak 20 gol ia cetak ke gawang lawan, delapan gol ia torehkan ke gawang klubnya sendiri.
Terkait rekor gol bunuh diri, Franco Baresi tidak sendiri. Seorang bek bertubuh tinggi kekar asal Inter Milan juga setanding dengan Baresi dalam hal jumlah gol bunuh diri. Riccardo Ferri mencetak delapan gol ke gawang tim yang dini hari dibuat kelenger oleh Lukaku.
Kisah Ferri malah lebih fatal dibanding Lukaku. Kala itu Nerazzuri berhadapan dengan AS Roma. Maret 1982. Inter Milan sedang tertinggal dengan skor 0-1. Euginio Berselini sang pelatih segera menarik Klaus Blachlechner dan memasukkan Riccardo Ferri. Hasilnya manis. Skor 1-1 setelah Salvatore Bagni mencetak gol pengimbang.
Celakanya, Riccardo Ferri mencoreng aksi cemerlangnya dengan mencetak gol bunuh diri. Lebih celaka lagi, Ferri menginspirasi rekannya, Graziano Bini, untuk melakukan hal serupa. Dua gol bunuh diri dalam rentang 10 menit. Inter Milan akhirnya bertekuk lutut di hadapan AS Roma dengan skor akhir 2-3.
Apakah Ferri tenggelam dalam telaga derita? Tidak. Ia bangkit dari keterpurukan. Gol bunuh diri itu justru jadi peledak bagi kemampuan hebatnya dalam mencetak gol lewat tendangan bebas. Bek tangguh yang mencetak gol bunuh diri kala berusia 19 tahun itu akhirnya menjadi legenda Inter Milan. Ia mencetak 9 (sembilan) gol bagi Nerazzuri dalam 463 pertandingan.
Lukaku tidak perlu berduka. Terluka boleh asal jangan terlalu lama berduka. Ronaldo pernah bersedih gara-gara merobek gawang sendiri, tetapi ia kemudian bangkit dan menjadi predator buas. Ferri pernah "menghukum" tim sendiri semasa berusia 19 tahun, tetapi ia kemudian berdiri tegak dan menjadi benteng kokoh bagi Inter Milan. Berduka seperlunya saja, Lukaku, jangan berlebihan.
O ya, ada satu gol bunuh diri yang berakhir pada hilangnya nyawa pelaku. Hanya saja, saya enggan menceritakan kisah itu dalam artikel ini.