Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

KAMI versi Arif Rahman Hakim dan KAMI versi Din Syamsuddin

20 Agustus 2020   22:06 Diperbarui: 21 Agustus 2020   06:26 3378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deklarasi KAMI (Foto: Kompas.com/Istimewa)

24 Februari 1966. Mahasiswa berunjuk rasa di depan Istana Negara. Resimen Pelopor, Divisi Siliwangi, dan Pasukan Tjakra menahan laju demonstran. Tritura kembali berkumandang. Udara panas membara. Sebutir peluru menembus jaket kuning Arif Rahman Hakim.

Di dalam Istana Negara, Kabinet Dwikora sedang menggelar rapat. Di depan Istana Negara, KAMI tetap bertahan merapat.

Sumber Foto: Arsip Nasional Belanda/medium.com
Sumber Foto: Arsip Nasional Belanda/medium.com
18 Agustus 2020. Sejumlah mahaguru, bukan mahasiswa, berkumpul bersama dan mendeklarasikan kelahiran KAMI. Bukan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia, melainkan Koaliasi Aksi Menyelamatkan Indonesia. Tidak tanggung-tanggung. Aksi yang dikoalisikan adalah "menyelamatkan". Adapun subjek yang hendak diselamatkan adalah "Indonesia".

Din Syamsuddin. Nama yang sangat populer di kalangan masyarakat, terutama kader dan simpatisan Muhammadiyah. Nama yang sangat tenar di kalangan tokoh agama, terutama anggota dan pengurus Majelis Ulama Indonesia. Pendek kata, nama beliau mudah ditemukan apabila kita bertanya kepada Engkong Gugel.

Tentu saja menggembirakan tatkala melihat sekelompok orang bersatu untuk gerakan mulia, yakni hendak menyelamatkan Indonesia. Itu bukan pekerjaan enteng. Namun, seberat apa pun tetap saja Din Syamsuddin dan geng enggan menyerah. Bagi mereka, menyelamatkan Indonesia adalah pekerjaan yang mulia. Tentu kita (lawan kata "kami") juga memuliakan kerja-kerja penyelamatan bangsa.

Berserikat dan berkumpul adalah hak asasi setiap manusia. Jangankan mahaguru, mahasiswa pun tahu akan hal itu. Tanpa menutup mata, sekarang siapa saja mudah dijorongkan ke dalam penjara hanya karena perbedaan pendapat. Bahkan ada satu organisasi di Indonesia yang amanat utamanya adalah melaporkan siapa saja yang "keseleo jari" di Twitter atau "terpeleset lidah" di YouTube.

Jika kita sudi berlapang dada, jelas terpampang alangkah luhur cita-cita KAMI. Jika KAMI versi Arif Rahman Hakim dan kolega memperjuangkan runtuhnya Orde Lama, KAMI versi Din Syamsuddin dan sejawat memperjuangkan penyelamatan Indonesia. Nama sama, wajah berbeda. Nama sama, usia berbeda.

"KAMI adalah gerakan moral rakyat Indonesia dari berbagai elemen dan komponen yang berjuang bagi tegaknya kedaulatan negara, terciptanya kesejahteraan rakyat, dan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

Deklarasi KAMI (Foto: Kompas.com/Istimewa)
Deklarasi KAMI (Foto: Kompas.com/Istimewa)
Kira-kira seperti itu Jatidiri KAMI. Tuntutannya banyak. Ada delapan. Alangkah berat memperjuangkan delapan tuntutan itu, sebab satu tuntutan saja susahnya bukan kepalang. Persis melepaskan anak panah imitasi ke papan target demi sebuah boneka mungil. Namun, berjuang memang harus menempuh perjalanan berat. Kalau mau yang ringan jelas bukan "berjuang", melainkan "berkedip".

Seperti geliat KAMI era Arif Rahman Hakim dan rekan yang serta-merta diikuti lahirnya kesatuan aksi yang lain, KAMI versi Din Syamsuddin dan konco juga bernasib serupa. Ada bedanya. KAMI yang dulu diikuti aksi pendukung, KAMI yang sekarang diikuti aksi petanding.

Adalah mantan relawan Jokowi yang bergerak serempak dan sangat mendadak. Mereka mendirikan KITA, sekali lagi ini antonim KAMI. Syahdan, KITA adalah Kerapatan Indonesia Tanah Air. Singkatan yang agak mengada-ada atau dipaksa-paksa. Tidak apa-apa. Negara kita melindungi hak berpendapat. Itu sah-sah saja.

Dahsyatnya, tujuan pendeklarasian KITA sehari setelah pendeklarasian KAMI juga sangat megah. Setali tiga uang atau sebelas-dua belas dengan Jatidiri KAMI. Benar-benar petanding yang setanding. Netizen yang bijak bestari silakan menyaksikan tarung kata di panggung gerakan unik.

"Kita adalah koalisi independen yang menyemai, mengembangkan, dan melestarikan Tanah Air Indonesia sebagai bagian dari diri, identitas, dan masa depan bersama. KITA bergerak politik kesadaran."

Kira-kira begitulah visi yang dituju dan ditaja oleh KITA. Cita-cita yang agung. Tentu saja kita, dengan huruf kecil saja, juga ingin senantiasa menyemai, mengembangkan, dan melestarikan Tanah Air Indonesia. Garuda di dada, begitu nyanyian hati pendukung Tim Nasional Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun