Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Fahri Hamzah dan Fadli Zon Terima Gelar, Munir dan Widji Thukul Terima Doa

11 Agustus 2020   13:22 Diperbarui: 15 Agustus 2020   14:53 2298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Duo F, Fahri Hamzah dan Fadli Zon, saat memimpin DPR RI (Foto: Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim)

Ketika nama Fahri Hamzah dan Fadli Zon dicuitkan oleh Pak Mahfud MD, netizen kontan riuh. Yang senyap tiba-tiba gegap. Yang diam tiba-tiba berbunyi. Yang kalem tiba-tiba liar. Pokoknya rupa-rupa warnanya. Ada yang belingsatan, ada yang kebakaran alis. Ada yang nyinyir, ada yang nyunyun. Pokoknya macam-macam.

Pak Mahfud pun bertambah pekerjaannya, yakni menjelaskan kepada netizen yang budiman soal kenapa kedua tokoh "anti-Jokowi" itu mesti menerima tanda kehormatan.

Kata beliau, kedua tokoh "seberang" tersebut pernah menjabat sebagai Pimpinan DPR. Dengan demikian, mereka berhak menerima Bintang Mahaputera Nararya.

Tentu saja Pak Mahfud harus memaklumi kenekatan warganet. Salah sendiri. Andai kata beliau tidak nyang-nying-nyong alias ngoceh-ngoceh di Twitter, netizen tidak akan banyak cingcong. Di mana ada asap pasti ada api. Itu hukum rimba yang berlaku di dunia pergunjingan dan perisuan.

Kalaupun netizen mempertanyakan kelayakan dan kepatutan mantan aktivis "kubu sebelah", ya, itu juga wajar. Bagi netizen, apa saja bisa dikomentari.

Di lain pihak, ada sebagian orang yang merasa keberatan apabila Duo F didaulat untuk menerima Bintang Mahaputera Nararya. Kedua tokoh itu dianggap sebagai sosok penganjur kebencian.

Di sisi lain, para pendukung Duo F juga nyinyir. Bagi mereka, diberi tanda jasa oleh Pak Jokowi adalah sesuatu yang nista.

Sekarang mari kita dinginkan kepala dulu. Sebenarnya tidak mudah juga untuk mendapat tanda jasa atau tanda kehormatan. Ada syarat khusus yang mesti dipenuhi.

Orang yang menilik, menilai, dan menentukan kelayakan dan kepatutan penerima tanda jasa juga bukan asal. Ada dewan yang khusus membahas tentang hal tersebut. Anggotanya tidak banyak, hanya tujuh orang.

Ketentuannya juga tidak mudah. Aturannya ada. Semua tercantum di dalam UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Kehormatan. Jadi, ketika seseorang diusulkan oleh dewan penilik calon penerima maka keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden RI. 

Jelas Pak Presiden bisa menolak untuk memberikan penghargaan, tetapi itu tentu tidak etis. Apalagi pada zaman serba gampang bocor seperti sekarang.

Apakah benar Fahri Hamzah dan Fadli Zon tidak layak menerima Tanda Jasa Bintang Mahaputra Nararya? 

Jelas layak. Menurut siapa? Tentu saja menurut tujuh orang anggota Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Tujuh orang itu pun bukan orang sembarangan yang memilih secara serampangan. 

Pasti ada alasan. Ingat, dua dari tujuh anggota berasal dari akademisi, dua berlatar belakang militer, dan tiga dari masyarakat sipil yang pernah menerima tanda gelar.

Pasal 28 ayat (2) menguraikan syarat khusus yang meliputi: 

  1. berjasa luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara, 
  2. pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang besar manfaatnya bagi bangsa dan negara; dan 
  3. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan internasional.

Apakah jasa Duo F sudah sedemikian rupa sehingga mereka layak menerima tanda jasa? 

Bisa jadi. Itu menurut Dewan Gelar. Prestasi mereka selama memimpin DPR RI sebenarnya tidak bagus-bagus amat. Kinerja wakil rakyat semasa keduanya menjadi pimpinan pun tidak keren-keren banget. Malahan beberapa anggota kedapatan memproduksi air liur saat sidang umum atau rapat paripurna.

Apakah ada pengabdian atau pengorbanan Duo F yang sungguh luar biasa di bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang besar manfaatnya bagi bangsa dan negara? 

Hanya netizen yang tahu, selain Gugel dan Tuhan. Apalagi jika berbicara tentang jasa atau darmabakti yang diakui secara luas. Tunggu dulu. Ini sangat sumir. Apa makna "secara luas" itu? Ah, sudahlah.

Sebaliknya, ada kemungkinan Duo F akan terberati apabila mereka menerima tanda jasa tersebut. Betapa tidak. Sekarang mereka harus mampu "menjaga nama baik". Itu bukan sesuatu yang mudah dilakukan. Kalau kebetulan "nama baik" sedang binal dan liar, kemudian bengal dan nakal, jemari bisa kembali nyinyir. Yang tidak perlu dikomentari, yang perlu diabaikan.

Dalam Pasal 34 ayat (3) tertera ketentuan bahwa penerima tanda jasa dan/atau tanda kehormatan yang masih hidup berkewajiban untuk (a) menjaga nama baik diri dan jasa yang telah diberikan kepada bangsa dan negara, (b) menjaga dan memelihara simbol dan/atau lencana Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan, dan (c) memberikan keteladanan dan menumbuhkan semangat masyarakat untuk berjuang dan berbakti kepada bangsa dan negara.

Poin pada huruf (c) sungguh luar biasa. Memberikan keteladanan bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi ada embel-embel menumbuhkan semangat masyarakat untuk berjuang dan berbakti kepada bangsa dan negara. Aneka rupa tafsir bisa bermunculan ke permukaan. Kadang-kadang ada tafsir yang berpijak pada dalil "yang penting asal berbeda".

Bagi saya pribadi, tidak penting benar mempertanyakan kelayakan dan kepatutan Duo F untuk menerima Bintang Mahaputera Nararya. Itu bagi saya, ya. Mengapa tidak penting? Karena saya menganggap ada yang lebih penting untuk menerima bintang itu.

Siapa? Munir dan Widji Thukul. Apa jasa mereka sudah sedemikian luar biasa sehingga layak menerima Bintang Mahaputera?

Bahkan, bagi saya, Munir dan Widji Thukul layak mendapat Bintang Kehormatan yang lebih tinggi dibanding Bintang Mahaputera. Kedua tokoh tersebut bisa diusulkan setidaknya untuk menerima Bintang Republik Indonesia Nararya.

Kalaupun tidak diusulkan oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, ya, tidak apa-apa. Munir dan Widji Thukul tetap pemilik Bintang Mahabintang. Paling tidak, baik Munir maupun Widji Thukul selalu mendapat doa.

Bagaimana dengan Rocky Gerung?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun